Lomba Masak.

90 12 1
                                    

Pagi yang cerah ini menambah suasana lomba masak mereka semakin lengkap. Perlengkapan memasak, bahan bahannya dan juga meja yang sudah tersedia tiap kelompoknya. Tak lupa juga dengan para supoter dari kelas X dan XII.

Tiap tiap kelompok sudah selesai merapihkan persiapan alat dan bahannya dan juga mejanya sudah merek tata rapih sesuai dengan selera dan kenyamanan mereka. Seluruh angkatan kelas XI sudah memakai celemek yang disediakan oleh pihah sekolah dan berbeda warna tiap kelompoknya.

Sekitar lima menit lagi perlombaan ini akan segera dimulai sesuai rencana pihak sekolah. Ada kelompok yang masih sedikit merapihkan ulang tataan mejanya, ada juga yang jusru berdebat ditengah ingin berlomba saat ini, ada yang menyempatkan waktu untuk gibah, ada yang selfie dan ada juga yang berdoa agar lomba ini lancar.

Lima menit sudah terbuang.

Waktunya dimulai.

Bel pertanda kalau lomba sudah dimulai berbunyi, seluruh peserta tiap kelompok mulai sibuk meraih bahan bahan, alat alat untuk memasak terutama untuk perempuan.

Pasti perempuan yang akan lebih rumit. Karena kenapa, perempuan itu sangat suka sekali bermain mulut dan berteriak teriak itu membuat lomba ini jadi ramai seperti pasar. Teriakan itu sudah menggema diseluruh sekolah, ditambah lagi suara teriakan para supporter dan guru yang menjadi MC membuat konsentrasi kelompok yang hening dan sunyi menjadi terganggu.

“ambilin wortel dong!”

“panci mana panci?”

“ini kok airnya belum dimasak sih?!”

“lo ngapain diem aja disitu, kerja! Nggak liat gue udah keringetan gini?!”

Semua suara perempuan itu membuat kelompok ghesha, vioreen, gilang dan seaghan hilang konsentrasi. Yang awalnya berjalan dengan lancar tetapi suara teriakan itu semakin nyaring dan terdengar jelas sekali. Sungguh perempuan memang begitu ya.

Kelompok sibuk dengan masakannya masing masing, tak ada waktu untuk mengobrol atau melihat masakan kelompok lain karena perlombaan ini diberikan waktu sebanyak enam puluh menit saja, tidak lebih.

Suara gorengan diatas kompor, suara potongan bawang, daun bawang dan sayur mayur diatas talenan menggunakan pisau yang tajam. Suara rebusan air, suara tumisan bumbu, suara keluhan peserta juga ikut dalam memenuhi suasana lomba ini.

Tegang, panik dan harus cepat. Itu yang mereka semua rasakan. Seperti sedang berada di perlombaan masak yang sesungguhnya.

“angga! Kan udah gue bilang bumbunya ditumis” tegas allena kesal melihat angga yang sedari tadi hanya memakan sedikit demi sedikit bumbu itu. Entah apa yang di-idam mamahnya dulu sampai bumbu saja ia cemili.

“gue nggak tau gimana caranya tumis” jawab angga yang masih mengambil bumbu itu sedikit, tetapi langsung ditepis kasar oleh allena sebelum itu terjadi lagi.

“sini gue ajarin” ujar allena lalu meraih bumbu itu dan meraih lengan angga untuk memegang spatula yang ia pegang.

Deg.

Tidak, jangan untuk sekarang. Kenapa jantung mereka berdetak kencang tak karuan sekarang. Padahal cuman berpegangan tangan karena satu spatula tetapi mereka berdua merasa deg-deg-an rasanya.

Tolong, hindarkan pikiran itu. Ingat mereka sedang menjalankan perlombaan, jangan seperti ini.

“modus lo!” bentak allena lalu membiarkan angga yang menumis bumbunya.

Angga melihatnya heran. Siapa yang menarik lengannya duluan tapi siapa yang dibilang modus. Cewe gitu ya, gengsinya terlalu besar.

“lo yang modus” balas angga dan kembali fokus menumis.

FRIENDSHIP : LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang