Mata Nada langsung terpaku kepada sosok wanita tua yang berbaring diatas ranjang tempat tidur rumah sakit. Di tubuhnya masih terpasang alat bantu untuk bernafas dan masih menancap beberapa selang infus, tranfusi darah dan satu botol berisi cairan berwarna kuning. Mata wanita tua itu terpejam dengan nafas yang teratur namun masih dibantu oleh alat pernafasan.
"Dia Ibuku." Suara Pak Rama membuyarkan lamunan Nada dan membuat Nada kini menoleh ke arah Pak Rama yang berdiri tak jauh dari dirinya. Lalu Mata Nada kini mengikuti gerakan Pak Rama yang mulai melangkah lagi mendekati ranjang ibunya.
"Ibu saya baru siuman semalam setelah operasi dan koma." Jelas Pak Rama.
Nada kini mulai melangkah mendekati meja dan meletakkan buket bunga itu dengan hati-hati dan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.
"Sudah lama sakit nya?" Tanya Nada dengan suara lirih sembari berjalan mendekati ranjang.
"Sudah lima tahun yang lalu dan baru ada kesempatan operasi kemarin setelah menjalani banyak tes kesehatan." Jawab Pak Rama. Tangan Pak Rama menarik kursi yang berada disamping ranjang dan menyuruh Nada untuk duduk disana. Jadi saat ini Nada sudah duduk menghadap tubuh Ibu Pak Rama yang terbaring tidur.
"Jadi kemarin Bapak menunda banyak kelas karena Bapak menunggu Ibu-nya Bapak di rumah sakit?" Tanya Nada sembari kepalanya mendongak keatas mencoba untuk menatap sosok Pak Rama yang berdiri tepat disampingnya.
Pak Rama mengangguk sebagai jawabannya. "Sudah lebih dari sekitar tujuh kelas saya tunda. Dan mungkin nggak semuanya saya adakan pertemuan pengganti. Mungkin hanya empat dan sisanya akan saya ganti dengan hanya absen saja. Jujur saja, karena kesalahan saya tidak menghadiri kelas, saya nggak mungkin menggantinya dengan tugas, kan?" Ucap Pak Rama menjelaskan.
Nada mengangguk sangat setuju. "Ide bagus, Pak. Tapi saya nggak setuju di bagian 'kesalahan saya' yang bapak ucapin tadi. Karena semua ini kan memang keadaan yang memaksa Bapak tidak bisa menghadiri kelas, bukan karena bapak memang sengaja." Ucap Nada sembari tangannya ia julurkan dan menyentuh lengan kiri Pak Rama dengan lembut.
Seolah sudah tak canggung lagi, Pak Rama balas menyentuh punggung tangan Nada dan mengelusnya singkat, lalu tangannya beralih menyentuh punggung tangan ibunya yang masih terlelap.
Nada tersenyum melihat pemandangan dihadapannya. Baru kali ini Ia melihat sisi lain dari Pak Rama yang biasanya hanya Ia lihat sebagai seorang dosen yang mengajarnya dikelas dengan cara yang tegas. Dan sosok Pak Rama yang menyewanya beberapa waktu belakangan ini. Namun baru kali ini Nada melihat sisi Pak Rama yang sangat lembut terhadap Wanita yang melahirkannya.
"Daritadi Ibu nggak ada yang nungguin? Kok tadi sewaktu kita masuk tidak ada orang?" Tanya Nada setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Ada, adikku." Jawab Pak Rama dengan senyum yang merekah di wajahnya, entah karena apa, sembari menarik tangannya dan mencoba mengambil ponsel di saku celananya. "Mungkin dia lagi cari makan." Lanjut Pak Rama.
Nada mengangguk. Lalu Ia bangkit dari duduknya dan berjalan sedikit menjauh dari ranjang hingga kini Ia memilih duduk di sofa yang terletak sedikit jauh dari ranjang.
"Pak, nanti saya bilang apa ke adiknya Bapak dan ke Ibu?" Tanya Nada setelah Ia memposisikan dirinya dengan nyaman diatas sofa. Raut wajah Nada mulai tidak tenang karena Ia menyadari kalau sebentar lagi Ia harus berpura-pura menjadi kekasih Pak Rama. Dan kali ini Ia harus berakting dengan sangat meyakinkan dihadapan keluarga Pak Rama.
"Seperti biasa saja, kamu bisa panggil Rama, Dhana, atau sayang juga nggak masalah." Jelas Pak Rama.
Nada mengangguk.
"Nanti, apapun yang terjadi, tolong bantu saya. Jadilah Nada, kekasih saya." Ucap Pak Rama penuh dengan penekanan pada dua kata terakhir.
"Maksud-"
Belum selesai Nada menyelesaikan kalimatnya, pintu ruangan ini terbuka dan dua wanita masuk kedalam ruangan tanpa kata.
Saat pandangan mereka bertemu dengan Pak Rama dan juga Nada. Keduanya memberikan tatapan kaget dan bingung bercampur menjadi satu.
"Mas Dhana?" Salah satu wanita mengeluarkan suaranya.
"Dari mana?" Tanya Pak Rama membuat Nada kini mengalihkan pandangannya kepada wanita itu.
"Dari makan di kantin, terus nggak sengaja ketemu Mbak Jani pas jalan mau kesini." Wanita itu mengarahkan dagunya kearah wanita yang lainnya.
"Lain kali Ibu jangan ditinggal sendirian." Titah Pak Rama.
"Iya, kan tadi aku Cuma makan, lagian Mas lama banget sampe sini nya. Aku belum makan, belum mandi. Tadi kukira Mas nggak jadi kesini, jadi Tita telpon Mbak Jani minta tolong jagain Ibu soalnya Tita mau pulang sebentar." Jelas wanita yang bernama Nina tersebut kepada Pak Rama.
Tita dan Jani. Nada mencoba menghafal nama mereka, siapa tahu dibutuhkan. Dan satu lagi yang harus Nada ingat, Tita adalah adik dari Pak Rama, sedangkan Jani...
"Iya kasihan Tita, dia nanti ada kelas sore." Wanita bernama Jani itu menimpali obrolan mereka bertiga. "Jadi ya aku kesini deh nungguin tante." Lanjut Jani.
"Dia siapa, Mas?" Kini Tita membuka suara sembari menatap Nada dengan wajah penasaran.
Akhirnya mereka sadar kalau Nada juga ada di ruangan ini.
Nada yang merasa dirinya terpanggil, langsung membuka mulutnya, entah sejak kapan Nada mulai bangkit dari duduknya, Nada sendiri tidak sadar. "Oh, perkenalkan saya Nada." Ucap Nada seraya mendekati Tita dan Jani dan mengulurkan tangan kanannya.
"Oh halo Mbak Nada, Saya Tita. Adik mas Dhana." Ucap Tita denga lembut. Bagi Nada, satu hal yang menarik dari Tita adalah senyumnya yang sangat mirip dengan senyum milik Pak Rama.
"Panggil saya Nada saja, mbak." Jawab Nada.
"Yasudah kalau gitu panggil saya Tita juga."
Nada kini beralih kepada Jani, "Halo Mbak Jani, Saya Nada." Ucap Nada lagi sembari mengulurkan tangan kanannya kepada Jani.
"Halo Nada, saya Jani. Salam kenal ya, Nada ini....." Kalimat Jani menggantung dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kekhawatiran.
"Pacar saya." Suara Pak Rama membuat mereka, Nada, Tita dan Jani menolehkan wajah mereka menatap Pak Rama. Ekspresi wajah ketiganya sangat berbeda.
Nada dengan wajah lempengnya karena sudah terbiasa dengan situasi seperti saat ini, saat dirinya dikenalkan kepada keluarga, teman bahkan mantan dari clientnya sebagai kekasih mereka. Sedangkan Tita dan Jani dengan wajah kaget dan tidak percaya.
"Iya, saya pacarnya Mas Dhana." Suara Nada penuh dengan keyakinan.
"Pacarnya Dhana itu Jani." Suara serak dan lemah namun masih terdengar jelas itu membuat Nada, Pak Rama, Tita dan Jani menoleh ke sumber suara.
Ibu Pak Rama.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)
Любовные романыADA BEBERAPA PART YANG DIHAPUS. PART YANG SUDAH DIHAPUS DI WATTPAD, BISA DIBACA DI INSTAGRAM @iwritesomewords. TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA! Sungguh pekerjaan yang paling mulia adalah pekerjaan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah sekaligus pekerjaan...