Nada mengenakan pakaian paling lusuh yang ada didalam almari pakaiannya. Sebuah kaos abu-abu yang ukurannya dua kali lipat ukuran tubuhnya, dan sebuah celana kain longgar berwarna hitam. Rambutnya yang basah setelah keramas hanya dibiarkan berantakan seperti suasana hatinya yang sangat berantakan sampai dirinya sendiri pun tidak bisa mengerti.
Dengan langkah gontai, Nada menuruni anak tangga dan menuju ruang tamu. Disana, hanya ada Pak Rama yang duduk dengan kepala menunduk serta kedua sikunya diletakkan diatas pahanya untuk bertumpu. Nada baru menyadari kalau sejak tadi rambut Pak Rama terlihat sangat berantakan. Kemejanya juga terlihat kusut pada bagian lengan.
Nada langsung mendudukkan dirinya di sofa lain yang tak begitu jauh dari sofa yang diduduki Pak Rama. Sesaat setelah Nada duduk diatas sofa, Pak Rama langsung mendongakkan wajahnya dan menatap Nada lekat lekat.
"Udah mandi?" Tanya Pak Rama membuka percakapan.
Nada mengangguk sebagai jawaban.
Lalu keduanya kembali terdiam. Hingga Pak Rama mulai berdehem dan membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Nada sepenuhnya.
"Saya bingung mulai dari mana." Ucap Pak Rama akhirnya setelah beberapa saat terdiam.
Nada tidak menjawab, Ia membiarkan Pak Rama membicarakan apa yang perlu dirinya bicarakan.
"Sebelumnya saya minta maaf karena saya nggak balas pesan dan telepon dari kamu. Karena banyak hal yang harus saya urus." Ucap Pak Rama.
Kalimat Pak Rama saat mengatakan banyak hal yang harus ia urus, membuat Nada kini memicingkan matanya dan menatap Pak Rama seolah meminta penjelasan lebih.
Seolah mengerti, Pak Rama lalu mengambil nafas dalam dalam lalu menghembuskannya. "Saya harus mengurus masalah Ibu saya yang tiba-tiba merencanakan pertunangan saya dengan Jani."
Mendengar hal itu hati Nada mencelos. Pertunangan? Dengan Jani?
"Tapi saya sama sekali belum bertunangan. Satu bulan lagi. Pertunangan saya satu bulan lagi. Itu yang direncanakan oleh Ibu." Jelas Pak Rama. "Ini mungkin terdengar nggak realistis, tapi saya memang sengaja nggak balas pesan dan telepon kamu karena saya takut kalau dengar suara kamu, saya jadi pengen ketemu. Saya nggak bisa ketemu kamu karena saya mengurus pekerjaan dan juga mengurus pertunangan. Saya-"
"Jadi udah setuju untuk tunangan sama Jani?" Potong Nada.
"Bukan! Bukan gitu!" Sanggah Pak Rama dengan cepat sembari melambaikan tangannya didepan dadanya.
"Tadi bilang kalau sedang sibuk mengurus pertunangan, sekarang bilang bukan gitu. Yang mana yang bener? Saya bingung Pak. Tadi kan saya sudah bilang, kalau masalah pesan dan telepon saya yang nggak dibalas, saya juga nggak apa-apa. Saya juga nggak mempertanyakan dan mempermasalahkan hal yang udah berlalu." Ucap Nada. Memang Nada tidak pernah mempertanyakan pesan-pesan dan telepon yang tidak dibalas oleh Pak Rama serta Pak Rama yang tiba-tiba seperti menghilang begitu saja. Walau sedikit sulit dan masih terpikirkan oleh Nada mengenai sikap Pak Rama, Namun perlahan Nada mencoba untuk tidak memikirkan hal itu lagi.
"Toh juga nggak ada apa-apa diantara kita. Kenapa harus memperumit keadaan sih, Pak?" Lanjut Nada lagi, kini tatapannya sangat tajam saat melihat di kedua bola mata Pak Rama yang juga sedang menatapnya.
"Tapi saya suka sama kamu, Nada. Saya mau diantara kita ada apa-apa. Saya mau diantara kita ada sesuatu." Aku Pak Rama. Suaranya terdengar tegas. Bahkan siapapun juga yang ditatap oleh Pak Rama sembari mengatakan kalimat tadi, pasti akan luluh. Tapi tidak dengan Nada.
Nada kini malah tertawa kencang sekencang detak jantungnya yang berdegup sangat kencang seakan ingin terlepas dari tempatnya
"Sepertinya Bapak terlalu mendalami peran kita kemarin. Menjadi sepasang kekasih didepan teman-teman hingga didepan keluarga Bapak, membuat Bapak lupa kalau saya cuma pacar sewaan." Ucap Nada setelah berhasil menghentikan tawanya.
Pak Rama terdiam sembari menatap Nada dengan tatapan tak percaya. Dan hal itu membuat Nada mau tak mau juga meredakan tawanya dan menatap Pak Rama dengan lekat.
"Oke, saya mau bicara sejujurnya sama Bapak. Kemarin saya memang sempat kecewa karena Bapak seperti menghilang dari hidup saya. Pesan dan telepon saya tidak terbalas. Mungkin saya juga terlalu menjiwai peran saya menjadi pacar sewaan Bapak. Sampai saya merasa marah sama diri saya sendiri. Karena dari awal saya memulai jasa pendamping, saya sudah janji kalau tidak akan terlibat terlalu jauh dengan para client, dan harus bersikap professional. Tapi karena kejadian itu, saya juga melanggar janji yang saya buat. Saya menjadi tidak professional dan itu sedikit membuat saya kecewa dengan diri saya sendiri, Pak." Jelas Nada panjang lebar.
"Soal perasaan Bapak ke saya, saya yakin perasaan itu juga sama seperti perasaan saya kemarin kepada Bapak. Bapak terlalu menjiwai peran kita menjadi sepasang kekasih. Tapi sebenarnya Bapak sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun ke saya. Dan satu hal lagi, menurut saya Bapak hanya mencari pelarian agar tidak di jodohkan dengan Jani. Seolah-olah bapak menyukai perempuan lain dan tidak mencintai Jani sama sekali. Dan dengan adanya saya, Bapak bisa memanfaatkannya untuk menolak perjodohan yang dilakukan orangtua Bapak." Lanjut Nada tanpa jeda, dan selama itu juga, Nada tak melepaskan pandangannya dari mata Pak Rama.
Setelah mengatakan apa yang ada didalam hatinya, Nada terdiam. Ia membiarkan Pak Rama menanggapi apa yang dikatakannya barusan.
"Kamu salah, Nada." Sanggah Pak Rama.
"Saya memang nggak tahu mana yang benar dan mana yang salah, Pak. Karena saya juga bingung. Bapak tiba-tiba bilang suka sama saya. Padahal kita Cuma beberapa kali bertemu diluar lingkungan kampus. Dan posisi kita saat ini menggiring saya berpikiran seperti yang saya sudah jelaskan tadi."
"Dengarkan saya dulu, jangan di potong!" Titah Pak Rama.
"Saya nggak peduli mana yang benar dan mana yang salah, Nada. Tapi satu hal yang pasti tentang perasaan saya ke kamu itu benar dan saya sudah pikirkan berulang kali. Saya memang punya perasaan sama kamu. Saya suka kamu sebagai perempuan. Bukan sebagai mahasiswa saya apalagi sebagai pacar sewaan. Memang kita berawal dari pura-pura. Tapi saya tidak tahu kalau perasaan saya bisa sejauh ini ke kamu. Kalau soal Jani, jujur saja, saya memang tidak ingin bertunangan dengan dia karena saya sama sekali tidak ada perasaan kepada Jani." Pak Rama menghela nafasnya sebentar lalu Ia mengulurkan tangannya untuk meraih kedua tangan Nada yang sedang bebas lalu menggenggamnya dengan erat.
"Saya sempat berpikir kalau saya mengenalkan kamu ke ibu, Ibu bisa luluh dan tidak merencanakan pertunangan ini lebih lanjut. Memang salah saya yang terlambat menyadari perasaan saya ke kamu, dan mengatakan perasaan saya secepatnya ke kamu. Tapi saya malah mengenalkan kamu ke ibu saya saat saya menyewa kamu sebagai pacar sewaan. Saya nggak menyalahkan kamu kalau kamu punya pikiran seperti itu. Kalau saya jadi kamu, saya juga akan berpikiran seperti itu. Tapi terlepas dari masalah pacar sewaan, pertunangan saya dengan Jani, dan masalah ibu saya, satu hal yang pasti, kalau saya memang benar-benar suka sama kamu, Nada. Dan saya harap kamu juga punya perasaan yang sama terhadap saya. Kalau kamu punya perasaan yang sama dengan saya, saya harap kamu bisa mengatakannya sekarang karena saya memang tidak punya banyak waktu lagi." Tutup Pak Rama.
Nada terdiam tidak menjawab. Terlalu banyak hal yang ada dikepalanya saat ini hingga Nada tidak tahu mana yang harus dipikirkan. Semuanya terasa sangat tiba-tiba bagi Nada. Semua hal yang baru saja didegarnya dan juga tentang perasaan Pak Rama kepada dirinya berkumpul jadi satu dan terasa seperti berputar-putar dikepalanya.
Pandangan Nada tertuju pada kedua tangannya yang digenggam oleh Pak Rama dengan erat sampai terasa basah berkeringat karena terlalu lama digenggam oleh Pak Rama.
Nada tidak tahu harus berkata apa dan harus menimpali dengan apa ucapan Pak Rama yang panjang lebar tadi. Hingga Nada kembali membuka mulutnya, dan mengatakan "Saat ini saya nggak ada perasaan apa-apa ke Bapak." Ucap Nada lirih.
Dengan itu, Pak Rama melepaskan genggamannya pada kedua tangan Nada.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)
RomanceADA BEBERAPA PART YANG DIHAPUS. PART YANG SUDAH DIHAPUS DI WATTPAD, BISA DIBACA DI INSTAGRAM @iwritesomewords. TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA! Sungguh pekerjaan yang paling mulia adalah pekerjaan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah sekaligus pekerjaan...