"Apa Lo bilang tadi?" mata Petra terbelalak sesaat setelah Nada menyelesaikan kaimatnya. Sementara Rena hanya membuka mulutnya lebar-lebar.
"Lo denger, Pet." Nada memasang wajah jengah yang selalu ditunjukkannya kepada Rena dan Petra.
"Lo lagi nggak ngibulin kita kan Nad?" Kini Rena mulai menyuarakan isi kepalanya.
Nada mengangguk sebagai jawabannya. "Lo semua nggak salah denger. Seperti yang gue jelasin tadi, Klien yang kemarin Lo tolak, Ren, Dhana itu sebenernya pak Rama. Dan kemarin gue abis di sewa lagi sama dia." Jelas Nada untuk kedua kalinya untuk memastikan bahwa kedua temannya ini benar-benar mendengarkan dan memahami apa yang dikatakannya.
"Terus gimana? Abis ini kelas dia lho Nad." Rena kini mulai panik. Entah apa yang membuat Rena segitu paniknya karena hal ini. Bukannya Nada tidak merasa panik, tapi hari ini Nada akan membolos kelas ini.
"Makanya itu gue bilang sama Lo berdua, kayaknya gue mau bolos aja kelas ini." Ujar Nada sembari mengecek pesan masuk di ponselnya yang datang dari Yudit.
"Gila lo, mau ninggalin gue sendirian di kelas?" Protes Rena yang langsung menggamit lengan Nada dengan erat.
"Kan ada Petra. Gimana sih ah?"
"Iya kan ada gue." Sambung Petra.
"Udah ah gue pulang dulu, udah ditunggu Yudit di parkiran motor." Ucap Nada setelah membaca pesan dari Yudit. Tanpa babibu, Nada lalu bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Rena dan Petra yang saat itu sedang beradu argumen karena Rena merasa Petra tidak mendukungnya agar Nada tetap masuk kelas pak Rama. Entah kapan pasangan itu akan berhenti berargumen.
***
Nada baru saja selesai mengantarkan pesanan meja nomor sepuluh di Kedai Pojok. Kali ini ia dengan sukarela membantu Bunda Din untuk mengantarkan makanan ke meja pengunjung tanpa dibayar. Biasanya Nada akan meminta bayaran pada setiap hal kecil yang dikerjakannya untuk Kedai Pojok. Sebut saja Nada mata duitan. Nada memang sudah mengakui hal itu sejak lama. Realistis saja, orang mana bisa hidup tanpa uang? Kalau ada yang bilang aku tidak bisa hidup tanpa dirimu itu bullshit. Yang benar, aku tidak bisa hidup tanpa udara, makan, minum, dan uang.
Baru saja Nada hendak kembali ke kasir untuk sekedar duduk dan mengobrol bersama Bunda Din, namun ponsel yang diletakkannya di saku celana bergetar. Saat Nada membukanya, Nomor pak Rama yang di ponselnya diberi nama Dhana muncul dan sedang menghubunginya.
Nada menimbang-nimbang sebelum mengangkatnya. Kalau saat ini Pak Rama sudah menghubunginya, berarti kelasnya sudah berakhir. Pak Rama bukan tipe dosen yang akan memainkan ponsel selama waktu mengajar. Biasanya Ia akan meminta izin pada mahasiswanya untuk mengangkat telepon kalau ada sesuatu yang penting.
"Halo?" Ucap Nada sesaat setelah menjawab panggilan dari Pak Rama.
"Kenapa nggak masuk kelas saya?" Tanya Pak Rama to the point.
"Saya ada urusan mendadak pak." Jawab Nada santai.
"Urusan mendadaknya disini?"
"Maksudnya, pak?"
"Arah jam satu."
Nada lalu mendongakkan wajahnya dan melihat ke arah jam satu. Disana berdiri sosok pak Rama yang masih rapi mengenakan celana kain berwarna hitam dan kemeja abu-abu panjang yang bagian lengannya di gulung sebatas siku. Rambutnya juga masih tertata rapi berkat gel rambut yang sering dipakainya. Melihat pak Rama melambaikan tangannya kepada Nada, Gadis itu lalu menghembuskan nafasnya sedikit jengah lalu mematikan panggilan dari Pak Rama.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)
Storie d'amoreADA BEBERAPA PART YANG DIHAPUS. PART YANG SUDAH DIHAPUS DI WATTPAD, BISA DIBACA DI INSTAGRAM @iwritesomewords. TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA! Sungguh pekerjaan yang paling mulia adalah pekerjaan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah sekaligus pekerjaan...