EMPATPULUHSATU

3.7K 302 12
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA! MAKASIH!

"Kok kamu masih panggil saya Bapak, sih? Kan saya udah bukan dosen kamu." Protes Pak Rama saat Nada baru saja memanggilnya dengan sebutan Bapak.

"Lupa. Kayaknya saya nggak bisa deh Pak. Susah." Aku Nada. Memang Nada sudah mulai membiasakan dirinya dengan memanggil Pak Rama dengan sebutan Dhana, atau Mas Dhana, atau Mas Rama, apapun itu selain memakai sebutan 'Pak'.

"Ya dibiasain dong." Tukas Pak Rama.

Nada hanya mengiyakan permintaan Pak Rama lalu kembali fokus pada lembar-lembar kertas jawaban mahasiswa yang kini sedang dikoreksinya. Kini keduanya sedang berada di rumah Pak Rama, tepatnya di ruang tengah. Dengan duduk diatas karpet dan mengoreksi diatas meja ruang tengah.

Setelah hari wisudanya, dan telah resmi mengiyakan permintaan Pak Rama untuk memulai kembali hubungan mereka dari awal, Nada berusaha mati-matian untuk tidak terlalu berpikiran tentang kegagalan-kegagalan yang tentunya mau tidak mau harus ia hadapi.

"Dulu Bapak juga ngoreksi lembar jawaban milik saya dan temen-temen saya dong berarti?" Tanya Nada tanpa mengalihkan pandangan dari lembar jawaban milik adik tingkatnya.

"Iya dong. Memangnya siapa lagi yang mau ngoreksi jawaban kalian kalau bukan dosennya sendiri." Jawab Pak Rama.

"Sebanyak ini?" Tanya Nada lagi.

"Iya lebih malah. Kan angkatan kamu paling banyak jumlahnya dibandingkan angkatan lainnya."

"Terus ngoreksinya sama siapa?" Nada menaruh lembar jawaban yang sudah selesai dikoreksinya lalu mengambil lembar jawaban yang belum dikoreksi.

"Sama Jani."

Hati Nada mencelosmengetahui fakta itu. Walaupun Nada tahu kalau Pak Rama dan Jani adalah teman lama dan juga teman dekat, namun mengetahui fakta kalau Jani lah yang membantu Pak Rama mengoreksi lembar jawaban bersama Pak Rama, cukup membuat Nada sedikit cemas. Apalagi Nada membayangkan kalau mereka berdua –Pak rama dan Jani— mengoreksi semua jawaban bersama dan berduaan, semakin membuat Nada cemas.

"Kenapa?" Tanya Pak Rama saat Nada tak kunjung bersuara.

"Enggak."

Lalu Nada dan Pak Rama kembali terdiam sembari melanjutkan pekerjaan masing-masing. Hingga sampai semua lembar jawaban sudah terkoreksi dan semua nilai sudah dimasukkan ke dalam laptop milik Pak Rama, Nada lalu meninggalkan Pak Rama untuk menyiapkan makan malam.

"Nggak mau pesen aja?" Tanya Pak Rama saat menyusul Nada di dapur setelah mengemasi semua lembar jawaban para mahasiswa.

"Memangnya boleh?" Tanya Nada yang baru sempat memasak nasi.

Pak Rama lalu tertawa "Ya boleh lah! Siapa yang ngelarang?" Tanpa Pak Rama sembari menarik tangan Nada dan mengajaknya untuk kembali duduk di ruang tengah yang saat ini sudah bersih dari lembar jawaban.

"Kamu kenapa dari tadi kok diem aja?" Tanya Pak Rama setelah keduanya duduk di sofa menghadap ke layar televisi yang tidak dihidupkan.

"Siapa yang diem?" Elak Nada.

Nada tahu, kalau sikapnya tadi membuat Pak Rama penasaran. Setelah nama Jani diucapkan oleh Pak Rama, entah mengapa membuat perasaan Nada cmapur aduk antara sedih, kecewa, dan takut. Namun diantara ketiga rasa itu, yang paling mendominasi adalah perasaan takutnya.

"Ada apa? Mau cerita sama saya?" Tanya Pak Rama lagi.

"Saya takut, Pak. Saya takut saya nggak bisa jadi pasangan yang baik buat Bapak. Bapak kan tahu, saya masih baru aja lulus, sedangkan Bapak sudah kerja dan sudah punya rumah sendiri. Kehidupan bapak sudah mapan. Sedangkan saya, kerja aja belum. Gimana bisa saya jadi pasangan yang baik buat bapak. Saya nggak cukup pantas, pak buat dampingin Bapak. Saya rasa, Jani lebih pas."

DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang