TIGABELAS

4.6K 349 2
                                    


Nada, Pak Rama, dan Tita kini sedang duduk diatas sofa. Sedangkan Jani kini sedang menyuapi bubur encer kepada Ibu Pak Rama. Sejak Ibu Pak Rama terbangun dari tidurnya, Ia hanya mau berbicara dengan Jani yang mengurusnya. Jangankan Nada, Pak Rama dan Tita yang anak kandungnya saja tidak diajak bicara oleh Ibu Pak Rama.

Apa boleh buat. Ketiganya kini hanya memandangi Ibu Pak Rama dan Jani tanpa suara. Seolah merasa tak diinginkan, Nada melirik Pak Rama dengan harapan, agar Ia segera dibebaskan dari situasi ini. Namun apa daya, Pak Rama sepertinya tidak merasa seseorang tengah menatapnya. Akhirnya Nada menyerah, Ia menyentuh bahu Pak Rama pelan hingga Pak Rama mulai menoleh kearahnya.

"Kayaknya bukan saat yang tepat kita kesini. Daripada Ibu kepikiran. Mending lain kali saja bertemunya." Ucap Nada pelan. Namun tak terlalu pelan karena Tita kini mulai menatap kearah Nada dan memberikan Nada tatapan permohonan maafnya.

Nada melihat Pak Rama yang mengangguk singkat lalu tangan Pak Rama menyentuh lalu menggenggam punggung tangan Nada yang masih bertengger di bahu lelaki itu. "Aku pulang dulu, Ta." Ucap Pak Rama sembari bangkit dari duduknya tanpa melepaskan genggaman tangannya dari tangan Nada.

"Tita, kami pamit dulu." Ucap Nada kepada Tita.

Pak Rama, dengan masih menggenggam tangan Nada dengan erat kini mulai berjalan mendekati arah ranjang dimana ibunya terbaring dan Jani yang menatap keduanya dengan tatapan bersalah.

"Ibu, Dhana pamit dulu. Nanti Dhana kesini lagi jagain Ibu. Besok kalau Ibu sudah sembuh, Dhana bakal kenalin lagi ke Nada." Ucap Pak Rama kepada Ibunya yang membuang pandangannya kesamping.

Hati Nada mencelos melihat pemandangan dihadapannya. Tanpa sadar, Nada mengeratkan genggaman pada tangan Pak Rama seolah memberinya kekuatan dan memberitahu Pak Rama kalau semua akan baik-baik saja.

"Ibu, Nada pulang dulu. Ibu cepat sembuh, agar nanti Nada bisa memperkenalkan diri lagi. Nada pamit dulu, Bu." Ucap Nada tulus. Sama seperti yang nada duga, Ibu Pak Rama sama sekali tidak menatap Nada dan Pak Rama barang sedetik pun. Hingga Pak rama memutuskan untuk menarik Nada keluar dari ruangan itu secepat mungkin.

Perjalanan menuju parkiran mobil sangat hening. Tidak ada diantara keduanya yang membuka suara. Keduanya sama-sama tidak tahu harus mengatakan apa, namun didalam kepala mereka, ada banyak hal yang ingin diucapkan. Namun saat ini, keduanya sama-sama memilih untuk diam.

Nada melirik tangan kanannya yang masih digenggam erat oleh Pak Rama saat mereka sedang menunggu pintu elevator terbuka. Nada tersenyum kecut sekecut perlakuan ibu Pak Rama kepadanya. Mungkin kepada Pak Rama juga.

Entahlah, Nada tidak begitu yakin akan sikap Ibu Pak Rama tadi. Apakah memang biasanya seperti itu atau hanya karena kedatangan Nada yang notabene dikenalkan sebagai "kekasih" Pak Rama.

Nada mendengar Pak Rama menghembuskan nafas berulangkali saat mereka sudah berada di dalam mobil. Karena merasa kalau Pak Rama sedang banyak pikiran, Nada berusaha menenangkan Pak Rama dengan kembali meraih tangan Pak Rama setelah tadi dilepaskan karena mereka hendak masuk kedalam mobil.

"Pak, kalau ada yang mau diceritakan atau pengen saya temani, saya bersedia sampai nanti malam. Untuk hari ini Bapak bebas mau sama saya sampai jam berapa aja. Gratis." Ucap Nada sembari menatap kedua mata Pak Rama penuh arti.

Pak Rama yang mendengar ucapan Nada kini mengangkat kedua sudut bibirnya keatas. "Makasih." Lalu Pak Rama mengangkat tangan kirinya dan mengecup punggung tangan Nada.

Untuk sepersekian detik, Nada hanya mematung melihat punggung tangannya dikecup oleh Pak Rama. Nada terlalu kaget untuk mengetahui bagaimana rasanya punggung tangannya dikecup oleh Pak Rama.

DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang