DUAPULUHSATU

4.1K 305 4
                                    

Nada menelan ludahnya saat pandangannya bertemu dengan Pak Rama, dan dengan cepat Nada membuang pandangannya dan kini menatap tajam pada siomay yang ada dihadapannya. Pegangan tangannya pada sendok mengerat seiring langkah Pak Rama yang berjalan mendekati meja yang sedang didudukinya. Di dalam hatinya, Nada berusaha menenangkan dirinya dan mencoba mengatur nafasnya.

"Nada, ikut saya sekarang!" Suara Pak Rama membuat nafas Nada tercekat sementara Rena dan Petra langsung menghentikan gerakan keduanya yang sedang akan melahap siomay.

Karena tak kunjung menjawab ucapan Pak Rama, Nada merasakan sikunya disenggol oleh Rena. Perlahan Nada melirik Rena yang sedang menatapnya, lalu berpindah pada Petra yang juga menatapnya dengan tajam. Tatapan mata keduanya sama-sama bingung dan seakan meminta penjelasan.

"Ada apa ya Pak Rama?" Tanya Rena mewakili Nada karena yang ditanya tak kunjung membalas ucapan dosennya. Walaupun suara Rena terdengar gemetar, Namun Nada, Petra, bahkan Pak Rama bisa mendengarnya dengan jelas.

"Saya ada perlu sama Nada. Ayo Nada, kita bicara di ruangan saya sekarang!" perintah Pak Rama membuat Nada jengah.

"Maaf Pak, tapi saya masih makan. Ada perlu apa ya Pak?" Ucap Nada dengan menekankan tiap katanya.

"Ada hal penting yang perlu saya bicarakan. Saya tunggu kamu sampai selesai makan, setelah itu kita ke ruangan saya."

"Yasudah, terserah Bapak saja." Nada menyerah, lalu membiarkan Pak Rama yang langsung menduduki kursi kosong disamping Petra. Kemudian Nada kembali menyantap siomaynya tanpa suara. Sedangkan Rena dan Petra terlihat sangat kikuk. Tidak biasanya mereka berada dekat dengan Pak Rama seperti ini. Apalagi berada di satu meja seperti saat ini. Nada bisa merasakan tangan Rena sedikit mencubit paha Nada dan kaki Petra yang menendang kaki Nada. Tapi Nada tidak memperdulikan tindakan Rena dan Petra hingga saat Nada merasakan laki-laki yang duduk tepat dihadapannya kini sedang menatapnya dalam dalam. Seakan pandangan Pak Rama bisa melubangi dahi Nada hanya dengan menatapnya saja.

Nada yang sudah tak tahan di situasi ini, lalu membuka tas ransel hitamnya, mengeluarkan uang dua puluh ribuan dari dalam dompetnya dan menyerahkannya kepada Rena. "Ren, tolong bayarin ya, siomay delapan ribu, kerupuk, sama es jeruk. Nanti gue telepon lagi. Oiya Pet jangan lupa, lo malem nanti di sewa sama anak fakultas sebelah." Ucap Nada seraya menyerahkan selembar uang tadi kepada Rena yang duduk disampingnya, lalu Ia beranjak berdiri tanpa memperdulikan Pak Rama yang sedari tadi menatapnya.

Tanpa berkata apapun lagi, Nada lalu melangkahkan kaki keluar dari lingkungan kantin. Saat berjalan melalui koridor, Nada baru menyadari kalau saat ini banyak orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Atau mungkin memang sudah sedari tadi Ia mendapatkan tatapan seperti ini dari para mahasiswa yang lainnya. Nada tidak heran kalau mereka semua sedang menatapnya heran seperti saat ini, Karena Nada yakin, mereka pasti sedang berpikir, mengapa ada Pak Rama di kantin dan berjalan tepat dibelakang Nada.

Nada tetap tak bergeming karena tatapan mata beberapa mahasiswa itu. Sampai Nada berhenti berjalan ketika Ia sudah berada tepat didepan ruangan dosen.

"Di ruangan saya." Ucap Pak Rama.

Nada melihat Pak Rama berjalan melewatinya dan terlebih dahulu membuka pintu ruangan dosen. Nada mengikutinya hingga mereka berdua sampai di dalam ruangan Pak Rama.

"Tutup pintunya!" Perintah Pak Rama yang langsung dilakukan oleh Nada.

"Duduk!" Perintah Pak Rama lagi, dan lagi-lagi dilakukan oleh Nada.

Kini keduanya, Nada dan Pak Rama sama-sama terdiam, tidak ada yang membuka suara hingga Nada menghembuskan nafas beratnya dan menatap tajam tepat di mata Pak Rama.

"Ada perlu apa Pak? Sampai repot-repot ke kantin untuk panggil saya?" Ucap Nada membuat Pak Rama yang tadinya menatap kedua tangannya yang diletakkan diatas meja menjadi menatap kedua mata Nada.

"Saya bingung mulai dari mana." Ucap Pak Rama akhirnya setelah ada jeda beberapa saat.

Nada terdiam, dia tidak menjawab, namun tatapan matanya masih lekat menatap kedua mata Pak Rama.

"Kamu baik-baik aja?" Tanya Pak Rama akhirnya.

Nada kemudian tertawa mendengar pertanyaan Pak Rama yang menanyakan tentang kabarnya.

Tapi serius? Setelah beberapa pesan Nada yang tak dibalasnya, dan telepon yang tidak diangkat, Kalimat yang diucapkannya adalah kamu baik-baik saja?

"Bapak lucu, jelas dong saya baik-baik saja. Saya makan dengan lahap, tidur juga nyenyak." Ucap Nada sembari tertawa.

Jelas Nada tidak baik-baik saja. Namun, Nada kembali teringat ucapan Bunda Din semalam, Yang nggak penting, yang bikin sakit hati, yang bikin pikiran blunder jangan diinget-inget Nad, bikin penyakit. Kali ini Nada semakin yakin akan kalimat itu, untuk tidak mengingat-ingat lagi apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Pak Rama.

"Ada yang kamu mau omongin ke saya?" tanya Pak Rama lagi.

Nada menggeleng. "Bapak yang menyuruh saya kesini, dan mengatakan kalau ada perlu sama saya. Harusnya saya yang tanya pertanyaan itu, bukan sebaliknya." Balas Nada yang kini sudah memasang wajah seriusnya.

"Ada yang ingin kamu tanyakan ke saya?" lagi-lagi Pak Rama bertanya.

Nada menghembuskan nafas jengahnya untuk kesekian kalinya di hari ini. Dengan wajah seriusnya, Nada memajukan wajahnya sehingga lebih mendekat ke wajah Pak Rama.

"Untuk saat ini tidak ada sesuatu yang ingin saya ditanyakan ke Bapak. Mungkin belum karena proposal penelitian saya masih di review sama dosen pembimbing saya. dan mungkin saya akan bertanya ke Bapak tentang penelitian saya kalau dosen pembimbing saya sudah tidak bisa membimbing saya lagi, tapi akan saya pastikan hal itu tidak terjadi. Jadi intinya saya nggak ada sesuatu yang akan saya tanyakan ke Bapak." Jelas Nada tanpa mengalihkan pandangan matanya.

Kali ini giliran Pak Rama yang menghembuskan nafasnya lalu menyisirkan jari jemarinya di rambut hitamnya yang hari ini terlihat sangat rapi. "Bukan tentang proposal penelitian. Tapi tentang kita berdua."

"Maaf Pak, tidak seharusnya membicarakan hal pribadi di lingkungan kampus apalagi di ruangan dosen. Kalau begitu saya pamit dulu pak, saya ada urusan siang ini. Selamat siang, Pak Dosen." Dengan itu, Nada beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruangan Pak Rama tanpa menghiraukan Pak Rama yang sempat beberapa kali memanggil namanya.

Setelah berhasil keluar dari ruangan dosen, Nada mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya lalu menghubungi Rena.

"Dimana lo?" Tanya Nada setelah panggilannya diangkat.

"Oke, gue kesana sekarang. Jangan pergi dulu." Ucap Nada lagi setelah Rena memberitahunya kalau kedua sahabatnya masih ada di kantin dan di meja yang sama.

Tidak perlu waktu lama bagi Nada untuk sampai di kantin, karena sejak memutuskan panggilannya dengan Rena, Nada langsung berlari menuju kantin.

Setelah Nada sampai di kantin, Nada lalu melambatkan langkahnya hingga sampai di kursi yang tadi ditempatinya. Matanya tertuju pada sepiring siomaynya yang masih sisa, dan es jeruk yang masih setengah gelas namun es batunya yang telah mencair. Dan akhirnya pandangannya tertuju pada Rena dan Petra yang sedang duduk sembari menatap Nada dengan tatapan seolah menyuruh gadis itu untuk menjelaskan semuanya.

"Bentar, gue selesaiin siomaynya dulu baru cerita." Ucap Nada sembari kembali duduk dan langsung menyantap habis siomaynya.

Setelah menegak habis es jeruknya yang sudah tak manis lagi karena es yang sudah mencair, Nada langsung diserbu pertanyaan dari Rena.

"Jelasin semua dari awal!" Ucap Rena. "Jelasin hubungan lo sama Pak Rama, apa yang terjadi antara lo sama dia, dan tadi kalian ngomongin apa!" Lanjut Rena.

"Dan, jelasin kenapa Pak Rama bisa sampe segitunya sampe nungguin lo makan! Lo tau nggak, rasanya gue nggak bisa bebas bernafas tadi pas Pak Rama duduk disamping gue." Timpal Petra sembari membenarkan letak kacamatanya.

"Jadi....." Lalu Nada menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Pak Rama tanpa terkecuali. Termasuk saat Pak Rama yang dengan sukarela mengantarnya ke lokasi KKN. Hingga membuat Rena dan Petra sempat menggeleng tidak percaya.

***

DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang