Awan Kecil

61 7 0
                                    

Aku merasa,
bunga akan membenci awan
yang membuatnya kesulitan untuk mendapatkan
sinar mentari

“Menurut kalian, kalo ada anggota baru yang gabung organisasi kita sekarang gimana ya?” ujar seorang teman. Sebut saja Willy.

Suasana tetap saja hening sama seperti saat Willy baru memulai rapat. “Maksudku, kan gak apa kalau nanti pengabdian masyarakat kita makin rame,” jelasnya.

Aku tak peduli. Ada atau tidak anggota baru menurutku sama saja. Akan banyak orang yang aktif dalam satu organisasi karena ada kegiatan tertentu yang dikerjakan dalam waktu dekat ini. Setelahnya hilang entah kemana.

“Kalau tak ada respon, mungkin saja semuanya gak merasa keberatan,” responku.

Aku tak tahu temanku setuju atau tidak. Aku hanya tak ingin banyak waktu terbuang percuma hanya untuk menyaksikan mereka yang duduk membisu tanpa berusaha mencari jalan keluar.

Setelahnya kami melanjutkan rapat. Banyak yang kami bahas termasuk perkembangan setiap bagian yang dijelaskan oleh koordinator masing-masing. Semua tampak baik dan sudah semakin siap. Empat hari lagi pengabdian masyarakat yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari akan dilaksanakan.

***


“Yos”

Willy menahan tanganku saat aku hendak keluar dari ruangan. Aku baru saja ingin pulang karena tak ada lagi alasan untuk tetap di ruangan itu. Sudah semakin sepi. Teman-teman sudah banyak yang pulang.

“Ada yang ingin kubicarakan”

“Ada apa?”

“Anggota baru itu, temanmu. Namanya Yogi”

Dia melepaskan tanganku. Aku bingung. Untuk apa Yogi tiba-tiba ingin masuk ke organisasi ini? Sudah hampir tiga tahun kami kuliah. Seharusnya dia tak memikirkan untuk mengikuti organisasi apapun. Sudah terlambat untuk itu. Aku merasa akan lebih baik jika dia memikirkan judul apa yang cocok untuknya mengingat sebenatra lagi harus menemui dosen pembimbing yang akan banyak memberi tantangan tentang syarat lulus yang satu itu.

“Oo.. Iya Yogi temanku,” kataku sambil berjalan keluar menuju rak sepatu yang letaknya tak jauh dari tempat Willy berdiri.

“Mungkin dia ingin gabung karena kamu,” katanya membuatku menghentikan kegiatan tanganku yang asyik merapikan tali sepatuku. Aku tak mengerti. Aku tak ingin punya urusan dengan Yogi. Aku tak mau dia menjadi awan kecil yang menghalangiku meraih cahaya mentari.

“Mungkin saja,” katanya lalu masuk ke ruangan. Mungkin ingin mengambil tasnya yang masih ketinggalan dan bersiap untuk pulang.

Sebelum PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang