Untuk Kepompong

77 10 0
                                    

Akan ada yang lebih indah
yang didapatkan
saat kita mau melepaskan
apa yang kita anggap
paling indah

Puluhan langkah kaki terdengar menyuarakan rasa tidak sabar untuk sampai ke titik tujuan. Anak tangga tampak semakin banyak yang sudah ketinggalan di belakang. Dinginnya cuaca karena sinar matahari yang hampir tertutup rindangnya pepohonan di sekitar semakin jelas terasa masuk ke tulang ditambah deruh air terjun yang semakin jelas terdengar.

“Akhirnya kita sampai”

Teman-teman di barisan paling depan nampak bersorak setelah menapakkan kaki di dekat tepian air terjun. Semua orang langsung bersiap-siap hendak turun ke bawah. Tidak sabar ingin membuktikan dinginnnya air yang sudah dari tadi diterka-terka di pikiran. Tak terhitung dua menit, hampir semua teman sudah basah-basahan di aliran air terjun.

“Takut dingin”

Tere yang masih saja geregetan turun tampak dirayu-rayu oleh Seno.

“Gak terlalu dingin.. Turun aja,” rayu Seno lagi

Duh seandainya Seno itu aku, udah kusirami aja si Tere dari tadi. Manja banget, pikirku. Entah apa yang merasuki pikiranku. Aku terlalu bawa perasaan mungkin.

Belum lagi aku sempat berkhayal tentang apa yang akan kulakukan kalau aku jadi Seno, tiba-tiba aku disiram dari belakang. Bukan hanya membuyarkan khayalanku yang sudah jauh terbang, dinginnya air membuatku hampir saja berteriak. Kuyakinkan kalau yang menyiram aku barusan itu temanku, Dian.
Teringat dengan kejahilannya yang selalu menghantui kami bertiga.

“Pasti kamu kan yang siram aku tadi,” kataku sambil menyiram Dian yang berdiri dibelakangku tak jauh dari tempatku berdiri.

“Ih, apaan sih Yos,” kata Yosi sambil berusaha membalas siramanku lebih banyak lagi.

Aku tertawa puas sampai tidak mempedulikan apa yang terjadi di sekitar kami.

“Teman-teman, udah pada basah kan semua,” komting kelasku berdiri di atas batu besar untuk meyakinkan semua temannya dapat melihatnya.

“Udah,” jawab kami hampir bersamaan.

“Kita gak Cuma mau basah-basahan ya. Kita akan bermain game,” katanya disambut ricuh teman-teman yang lain.

Semua orang diarahkan membentuk kelompok. Semua berkelompok secara acak. Bukan dengan teman yang sering duduk bersamanya di kelas. Setelah kelompok terbentuk, kami diarahkan untuk berbaris sesuai kelompok. Sebentar lagi permainan akan dimulai.

Aku benar-benar menikmati semua permainan. Semua orang seolah berbeda dengan apa yang kupikirkan tentang mereka sebelumnya. Anak geng cantik yang kukira bakal jaga image ternyata tampak sangat enjoy dan apa adanya. Kami bahkan bisa sangat akrab setelah melewati beberapa game padahal di kampus kami hampir tidak pernah bertegur sapa. Cowok gamers yang hampir tidak pernah ngomong basa-basi di kelas malah menjadi orang-orang yang paling ribut sepanjang permainan.

Aku terlalu salah menilai mereka dengan cover yang hanya segelintir itu saja. Ada hati yang sangat besar di dalam mereka. Hati yang membuatku menyadari tiada pertemanan yang begitu saja langsung berubah menjadi kupu-kupu bila tidak dirawat bersama. Hati yang membuatku tersadar terlalu sempit dunia yang kubuat hanya untuk diriku saja.

Seandainya ini terjadi lebih lama. Ingin kupastikan mereka melihat jam dari letak mentari. Agar mereka selalu yakin bahwa ini masih terlalu pagi untuk pulang ke kota. Kota yang entah kenapa kubenci begitu saja saat mendengar namanya. Ada kehidupan nyata yang ingin kuhilangkan dari alur hidupku. Kehidupan nyata yang memaksaku semua orang berjuang untuknya sendirian. membuat semua orang sibuk dengan dirinya sendiri. Aku terlalu takut menjadi orang yang mencintai mereka sendirian.

Kepompong itu kini jadi kupu-kupu.

Sebelum PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang