Akan ada banyak hal tak terduga di dunia ini. Sama seperti di dunia mimpi. Mimpi yang nyatanya akan hilang setelah pagi. Sebelum pagi, ijinkanlah aku bermimpi barang sebentar. Bermimpi bersamamu, karena kutahu bangunku akan menghilangkanmu dari genggaman.
Dian menatapku.
"Yosi.... Bahkan sore begini kamu bermimpi?"
"Aku bermimpi, Di. Tapi bukan mimpi buruk"
Aku tahu matanya masih tak bosan dengan tatapannya yang tertuju padaku.
"Aku gak apa-apa"
Hanya itu yang keluar dari mulutku.
"Jangan suka tidur kalo udah sesore ini. Mimpi malam hari lebih enak, kan," katanya menasihatiku.
Aku hanya mengangguk. Membayangkan mimpi malam hari yang terasa sama saja dengan sore hari. Hanya saja, saat sore hari aku akan terbangun untuk menemui malam. Mimpi malam hari, akan membuatku terasa lebih dekat dengan pagi. Yang membuang mimpiku perlahan.
Kuperbaiki tempat tidurku. Hendak bergerak, namun terasa kakiku memberat. Terpaku.
"Dian, kalo disuruh memilih, kamu akan memilih memberitahu orang kau suka tentang perasaanmu dan menjadi seperti orang yang tak saling kenal atau membiarkan seolah tak ada apa-apa namun hatiku terasa sakit setiap hari?"
"Pertanyaan macam apa itu?" Dian balik bertanya. Seolah merasa aneh dengan apa yang kukatakan barusan. Atau mungkin dia juga merasa kesulitan harus memilih yang mana. Sama sepertiku.
Aku mengerti, nelayan pergi berlayar bukan karena mereka tak takut ombak. Begitulah mereka memperlakukan hidup. Akan banyak ketakutan yang mereka abaikan karena ada sesuatu yang harus mereka bahagiakan.
Akupun ingin demikian. Ingin seperti nelayan yang ingin mengejar impian tanpa merasa takut.
"Jangan katakan kau ingin jujur pada Seno"
"Mungkin hanya itu jalan satu-satunya, Di"
"...aku muak harus begini terus"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
Teen FictionBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?