“Kesi? Kesi kenapa?”
Dian tertawa. Dia tampak asyik mentertawakan keseriusanku. “Nanti akan kuceritakan, sebaiknya selesaikan dulu pekerjaanmu,” katanya sambil membuka cemilan harga seribuan yang dibelinya dari warung di depan kostku.
Aku kesal. Kulanjutkan mempersiapkan bumbu untuk menyambal tahu dan tempe yang sudah kuiris lebih dulu.
“Padahal aku juga ingin menceritakan sesuatu juga, Di,” kataku tanpa menatapnya. Tetap saja aku memperhatikan tahu yang sudah ada di penggorengan. Jangan sampai gosong.
Dian hanya diam. Hanya ada suara penggorengan. Sesekali dengan tak sengaja aku juga membuat sendok goreng menyentuh kuali sedikit kencang sampai menyakiti pendengaranku. Tak apalah, hitung-hitung membuang sepi yang semakin merajalela.***
Sebenarnya aku benar-benar penasaran tentang apa yang ingin Dian ceritakan. Karenanya, akupun cepat-cepat menyelesaikan segala pekerjaanku di kost. Tanganku lelah.
“Yos, santai aja kali. Gak usah terburu-buru seperti itu,” kata Dian sesekali disela pekerjaanku melihat aku benar-benar seperti sedang dikejar rentenir hendak menagih utang yang sudah jatuh tempo.
“Sudah selesai...”
“Memang terniat yah, Yos. Penasaran yah sama ceritaku?”
“Memang mau cerita tentang apa sih?”
Dian terdiam. Dia nampak berpikir panjang. Dia benar-benar tidak tahu sedari tadi aku sudah sangat penasaran dengan ceritanya sampai-sampai harus menyelesaikan semuanya tanpa istirahat.
“Kesi suka sama Seno”
Jelas saja aku tak percaya. Bagaimana tidak? Kesi adalah orang yang selalu kupercayai selama ini selain Dian dan Yana.
“Kemarin aku pergi ke kostnya tanpa memberitahunya terlebih dulu. Habis aku kesepian karena biasanya kan kamu yang nemani aku di kost.”
“Di, aku lapar, aku buatkan nasimu juga yah,” kataku menghentikan ceritanya. Aku sangat yakin dia juga belum makan sedari tadi pagi.
“Oiya, boleh, Yos,” Dian mengiyakan.
“Aku melihat dia memandangi foto Seno,” lanjutnya.
Akupun merasa aneh dengan Dian. Mungkin karena itu makanya semalam dia tak masuk begitu saja ke kamarku. Setahuku dia memang orang yang gak mau tahu dengan peraturan di kamar kost orang. Biasanya dia akan membuka pintu tanpa mengetok, dan masuk tanpa diijinkan terlebih dahulu.
“Maaf yah, Yos. Aku tahu kamu pasti gak menyangka. Tapi inilah realitanya,” jelas Dian.
Apa karena itu makanya Kesi sering menjodohkanku dengan Yogi? Aku mulai menyangka-nyangka. Itupun sering dia lakukan saat kami belum tahu Seno ternyata sudah berpacaran dengan Tere.
Aku baru menyadari ternyata dianggap tiada oleh Seno tak ada apa-apanya dibanding mengetahui kebohongan temanku sendiri, batinku.
“Biarinlah, Di. Siapa tahu Kesi punya alasan makanya sampai menyembunyikan ini dari kita,” kataku meyakinkan Dian
Mesti kutahu bukan Dian yang perlu diyakinkan. Tapi diriku sendiri. Karena aku tahu sekarang, aku begitu sulit untuk meyakinkan diriku. Semuanya akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
Teen FictionBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?