Aku tidak tahu
kenapa berkhayal tentangmu terasa lebih indah
daripada
harus benar-benar melihatmu ada di hadapan mataku.Aku pernah berkhayal tentang hari yang bagaimana yang akan kujalani bila aku dan kamu menjadi kita. Kita akan menghabiskan hari hampir bersama setiap waktu. Kita akan pergi ke kampus bersamaan karena kamu akan menjemputku ke depan gerbang kostku. Di sepanjang mata kuliah mata kita tak akan berhenti saling memberi semangat satu sama lain di tengah dosen pengampuh sedang menjelaskan materi pelajaran di depan. Sepulang dari kampus, kamu akan mengantarku pulang. Kamu akan memastikan aku baik-baik saja sepanjang hari. Setelah malam tiba, kamu akan menelponku untuk memastikan aku sudah menyelesaikan tugas kuliahku atau belum. Kamu akan mengajariku dengan sabar jika ada materi kuliah yang tidak kumengerti. Itu akan terjadi setiap hari. Aku tahu karena itulah hal yang sering kamu lakukan sekarang bersama orang yang spesial di hatimu itu.
Pasti menyenangkan. Apalagi saat aku harus membayangkan jadwal padatku minggu ini. Bahagia sekali saat kamu menjadi orang yang selalu ada dan memberiku semangat untuk mengerjakan segala sesuatu. Kamu akan menyemangatiku saat akan mengerjakan program yang sudah disusun bersama oleh pengurus organisasi sekitar dua bulan yang lalu.
Aku tidak tahu kenapa berkhayal tentangmu terasa lebih indah daripada harus benar-benar melihatmu ada di hadapan mataku.
Aku sering membenci pikiranku. Pikiranku yang sering melayang entah kemana. Pikiranku yang sering berkata kepada hati agar tidak memberi hati pada orang yang hanya tahu menyakiti. Namun pikiranku entah kenapa malah memikirkan hal yang membuat hati meringis minta keadilan.
Sejenak keduanya akan saling berkompromi mencari kesenangan. Memikirkan hal yang menyenangkan dan membuat hati melayang. Keduanya akan pergi jauh dari kenyataan karena keduanya tahu kenyataan akan membuat mereka bertengkar dan mulai menyalahkan. Hati mulai merasa otak terlalu mengkhayalkan yang mustahil terjadi. Otak mulai berpikir hati terlalu bawa perasaan.
Teringat saat apa yang sering kukhayalkan terjadi padaku malah terjadi pada Tere—orang yang dia cinta sepenuh hati. Hari itu kami berkumpul di ruang kelas untuk mengerjakan tugas kelompok. Dia tak akan diam. Dia akan sibuk memikirkan tentang tugas itu dan sesekali bergurau untuk mencairkan suasana yang terasa kaku itu. Tere akan dengan sigap menanggapinya.
“Garing bat”
“Tapi kamu senang kan dengarnya”
Setelahnya keduanya akan beradu mulut tak ada yang mau kalah. Teman yang lain akan menyemangati keduanya seperti anak-anak di desa yang mengadu domba dua teman yang sedang beradu tentang bola yang masuk ke gawang atau tidak—teringat gawang anak-anak di desa tidak punya jaring.
Tinggallah aku dengan muka datar dan bibir yang dipaksa untuk melengkung ke atas. Bukan ingin tampak senang dan menyembunyikan perasaan sendiri. Aku hanya mengerti aku tak seharusnya merusak suasana bahagia saat itu. Meskipun bukan bahagiaku.
Aku selalu berusaha sesibuk mungkin sekarang. Aku tak mau punya banyak waktu kosong. Waktu kosong yang hanya akan kuisi dengan khayalan baru. Khayalan yang nyatanya tidak akan pernah menjadi nyata. Aku juga tak ingin banyak bertemu Dian, Kesi, atau Yana di waktu luangku. Aku terlalu benci dengan diriku yang hanya bisa membuat pikiran mereka semakin bingung karenaku. Aku yang terlalu sulit diberitahu. Aku yang mengaku tahu tentang dia, namun tak pernah tahu bahwa semakin ingin tahu tentangnya malah akan menyakiti batin sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
Novela JuvenilBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?