Tak salah ketika membuka lembaran baru dengan ragu.
Yang salah, ketika tak kunjung menutup luka lama dengan pasti.Untuk jomblo akut sepertiku, bunyi ponsel pertanda ada pesan baru sangat langka terdengar. Mengingat aku dan teman-temanku sudah buat grup chat. Kubuka ponselku dan meyakinkan siapa yang baru saja mengirimiku pesan.
‘Hari ini kalo gak sibuk, temui aku di kantin seberang ya’
Nomor ponsel baru. Kuperiksa siapa namanya ternyata Yogi. Kenapa yah dia tiba-tiba ngajak ketemu begini? Aku rasa setelah hampir dua semester tak sekelas, kami gak mungkin punya urusan begini. Biasanya kan dia akan menghubungi kalau ada urusan penting, pikirku.
‘Mau apa?’
‘Datang aja’
Tak kulanjut lagi obrolan itu. Kututup ponselku tanpa peduli apa reaksi Yogi saat aku hanya membaca pesannya tanpa berniat membalasnya. Sesungguhnya aku penasaran. Tapi yasudahlah. Masih sepagi ini. Aku tak mau merepotkan otakku untuk berpikir panjang tentang cowok aneh itu.
“Kantin depan tutup ya?” tanyaku meyakinkan.
Aku kebingungan kenapa Yogi harus mengajakku ke kantin seberang. Ada kantin di depan kampus yang jelas-jelas jauh lebih dekat daripada kantin yang dia maksud.
“Tutup kenapa?” Kesi balik bertanya.
“Buka sih kayaknya,” jawab Yana sambil asyik memeriksa tempat peralatan dapurnya yang diletakkannya di kamar juga.
“kita nanti habis ngampus masak-masak ya disini,” ajak Yana. Tanpa menjawab, langsung saja kubayangkan enaknya menyantap mie yang masih hangat karena baru saja dimasak.
“Aku yang nyiapin bumbu, titik!” kata Dian sambil berdiri di atas kasur seolah merayakan kemenangannya. Kesi sedikit mengomel merasa hari ini dia akan kena sial lagi akibat ulah Dian.***
“Hari ini gak sibuk, kan,” tanya Yogi sambil menyeimbangkan langkah kaki kami keluar dari gedung.
“Memang ada perlu apa?” tanyaku sambil memandangnya penuh tanya.
“Yah perlu,” jawabnya sekenanya.
Aku menunduk. Aku taj mau menunjukkan muka kesalku saat dia berusaha membuatku bertanya-tanya untuk kedua kalinya.
“Kutunggu ya di kantin,” sambungnya sambil berlalu.
Kupandangi dia sampai hilang dari pandanganku tertutupi gedung yang sama-sama akan kami tinggalkan itu.
“Kita jadi kan masak mie di kost kamu, Yan”
“Yah jadilah”
“Yeeee”
Mereka tampak kegirangan. Entah harus apa yang kukatakan agar mereka bertiga mengerti apa yang akan kulakukan hari ini. Aku takut mengecewakan Yogi yang sudah merasa ajakannya kuiyakan tadi sepulang kuliah. Aku juga tak ingin melewatkan masak-masak bersama teman-temanku sekalian mengisi perutku yang sudah keroncongan membayangkan mie hangat sedari tadi pagi.
“Aku absen yah hari ini,” kataku sambil memberikan senyum tawar. Kecewa dengan diriku sendiri.
Mereka saling berpandangan. “Tumben ada kegiatan lain,” kata Dian sambil asyik merapikan rambutnya di depan kamera ponselnya.
“Iya, mau kemana, Yos?” tanya Kesi. Nampaknya dia kecewa dengan aku yang tiba-tiba membatalkan janji.
“Aku ada janji sama teman,” jawabku sambil menampakkan gigiku. Berusaha menutupi dengan siapa aku membuat janji siang ini.
“Eh, Yosi serius siang ini ada janji?” tanya Dian. Kali ini dia melupakan ponselnya. Dia tiba-tiba menjadi seperti seekor singa yang siap menerkam.
“Yah, tadi mendadak. Maaf deh”
“Yaudah, Yos, gapapa. Kali ini kita bertiga dulu gapapa kan”
“Iya, gapapa. Aku duluan yah”
Akupun berlalu. Kulangkahkan kakiku dengan pasti ke arah kantin tempat aku dan Yogi akan bertemu. Aku ingin secepatnya sampai. Mungkin akan membantu memperlambat waktu dan aku bisa menyusul ke kost Yana yang lagi didatangi teman-teman tanpa aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
Novela JuvenilBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?