"Obrolin apaan tadi sama Yogi? Sampe gak mau ikutan ke toilet"
Dian cemberut sambil membuang muka."Masa cemburu sih sama cowok," ledekku ingin melihat senyum manjanya yang suka dia tunjukkan saat malu-malu.
"Dia bilang dia besok ada turnamen," kelasku sekenanya.
Dia nampak bingung. "Hanya untuk ngasitau itu? YaLord.. sungguh aneh..."
"Tapi nyata kan?" Sambung Kesi.
"Aku dari dulu juga udah bilang kalian itu cocok," Kesi mulai mengeluarkan celotehan ala dirinya itu.
"Okey, aku mau masuk dulu," putusku sambil menitipkan tasku pada Dian yang berdiri di sebelahku tadi lalu bergegas masuk ke dalam toilet.
"Uhh," Kesi kesal. "Aku belum selesai bicara Yosi!"
Aku tak peduli. Suaranya seperti memecah langit. Untung kampus sudah sepi. Kalau tidak, habislah dia menjadi bahan omongan karena tak bisa menjaga mulutnya.
"Yuk"
"Jadi kalian masih gitu-gitu aja?"
"Gitu-gitu apaan?"
"Betah jadi teman terus?"
Aku merasa aneh. Kenapa temanku menduga-duga seolah aku sedang terjebak friendzone dengan Yogi? Apa mereka tak tahu aku dan Yogi hanya teman (sekarang)? Aku sebenarnya juga tak tahu selanjutnya. Yogi anak yang baik. Juga tak kasar. Tak seperti Seno. Hanya memikirkan dirinya sendiri. Egois.
Lamunanku terhenti. Bukankah aku juga egois? Selalu membanding-bandingkan Yogi dengan Seno?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
Teen FictionBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?