Tentang Kesi

52 7 0
                                    

“Gimana tadi acaranya? Seru gak?”

“Seru, Kes. Aku gak menyangka bakal seperti itu”

Jelas saja aku menerangkan apa saja yang kami lakukan dengan bahagia pada Kesi. Walau aku sedikit bingung tumben Kesi menelponku sesering ini. Biasanya dia akan menahan dirinya sampai aku yang bercerita lebih dulu. Di kampus sebelum kuliah berlangsung atau saat berkumpul di kost Yana sembari menunggu mie yang dimasak Dian atau Yana masak. Maklumlah anak kost yang menjadikan mie instan sebagai menu andalan.

“Kamu pasti sudah mulai akrab ya dengan Yogi”

“Yogi ternyata orangnya baik, Kes. Beda dengan yang kubayangkan”

“Memang dia baik, Yos”
Ha? Dia baik? Bukannya Yogi dengan Kesi tidak dekat? Kenapa Kesi seolah tahu lebih dulu tentang Yogi daripada aku? Bukannya mereka tidak pernah akrab?

Aku merasa janggal sekarang.

“Eh, Yos, udah dulu yah. Masih banyak yang mau kubereskan di kost”

Tentu saja aku semakin bingung. Apalagi saat dia tiba-tiba memutuskan percakapan dengan kalimat terakhir yang aneh sebelum menutup telpon.
“...Memang dia baik, Yos...”

Aku tak tahu aku akan dibuat sebingung ini oleh teman dekatku sendiri. Aku hanya berharap ini hanya karena aku masih kelelahan habis dari acara semalam. Atau tidak?

***

Minggu yang cerah, gumamku saat membuka jendela dan menyadari diriku yang terbangun setelah jam menunjukkan pukul delapan pagi. Matahari sudah mantap dengan posisinya menyinari bumi termasuk kost ku. Pakaian yang dijemur di halaman kost—nampak masih sangat basah sepertinya baru dicuci—melambai-lambai ditiup angin sepoi menambah indah suasana pagi. Akupun bergegas ke kamar mandi dan merendam baju kotorku sekalian merapikan kamar kostku.

Baru saja aku kembali dari kamar mandi sehabis merendam pakaian kotorku, tiba-tiba aku mendengar ponselku berbunyi. Ada pesan masuk.

“Yos, aku ke kostmu yah sebentar lagi”

Yang benar saja Dian datang dan mendapati kamar kostku seberantakan ini, pikirku. Tiba-tiba niatku untuk membuat diriku menjadi makhluk seribu bayanganpun datang. Ingin secepatnya menghilangkan kondisi kamar yang berantakan itu menjadi serapi mungkin. Lelahku semalam membuatku membiarkan perlengkapan yang kubawa semalam kuletakkan begitu saja di lantai tanpa berniat meletakkannya di tempat yang sebenarnya.

“Yosi,” Dian mengintip di balik pintu yang kubuka setengah.

“Tumben kemari,” kataku sambil memastikan tas yang kubawa semalam benar-benar kosong.

“Aku bosan di kost sendirian tahu,” katanya sambil mengambil posisi baik di kasur kecilku. Tempat kesukaan kami berempat.

“Tadi aku mengajak Kesi bermain ke kostku. Cuma katanya dia lagi mau istirahat”

“Oo..” kataku mengerti.

“Kita udah lama gak makan bakso di dekat kostku. Kalian akhir-akhir ini kelihatan sangat sibuk,” katanya sambil mengekspresikan kekesalannya.

“Aku gak sibuk lagi kok. Kan udah gak ada kegiatan lagi sampe semester depan di organisasi,” kataku memberi peluang.

“Minggu depan yah”

“Iya”

Aku suka melihatnya tersenyum senang. Manusia jahil itu akan lebih enak diajak ngobrol dengan kondisi hati yang seperti itu.

“Aku mau cerita tentang Kesi, Yos”
Kuhentikan kegiatan tanganku yang sedang mempersiapkan bumbu untuk memasak lauk makan siang sekalian malamku. Baru kali ini Dian datang ke kostku sendirian dan baru kali ini pula dia ingin bercerita seperti ini. Biasanya dia akan lebih suka menjahiliku atau temanku yang lain atau asyik dengan ponselnya saat berkumpul bersama.

Sebelum PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang