Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya ada di depan mata.
Beruntung sekali hari ini tiba saat aku dan Yogi sudah mulai akrab. Yogi tak semenyebalkan yang kubayangkan. Dia baik. Berbeda dengan ekspektasiku.
Semua orang sudah mempersiapkan perlengkapan masing-masing. Semua orang sudah siap berangkat. Termasuk aku.
Bus yang kami tumpangi perlahan meninggalkan kota. Memasuki desa yang sejuk dan jauh dari kebisingan. Hanya suara air terjun kecil-kecilan di dekat jalan. Air yang setelahnya kuketahui ternyata adalah yang mereka pakai untuk keperluan sehari-hari. Seperti membersihkan badan, memasak, mencuci, dan keperluan lainnya.Pemandu acara mulai membacakan apa saja kegiatan yang akan kami lakukan.
Semua orang sibuk dengan peran masing-masing. Teman pria ada yang merapikan peralatan dan mempersiapkannya untuk dipakai sebagai peraga pembuatan pupuk kompos, yang lain ada yang membantu teman perempuan membersihkan alat makan di sungai kecil yang kami lewati tadi, ada yang mengangkat air, dan mengabadikan apa-apa saja yang kami lakukan disana dengan kamera yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.
Aku dengan teman-teman satu timku ikut duduk meramaikan kursi-kursi yang sudah kami persiapkan. Sengaja aku duduk paling belakang sekalian berjaga-jaga kalau-kalau ada yang mencariku. Atau aku yang mencari mereka sih lebih tepatnya. Sebagai orang yang asyik di belakang layar, aku tak seharusnya berdiri atau pergi kesana-kemari membuat suasana malah semakin rusuh.
Para penduduk desa tampak sangat serius menyaksikan bagaimana cara membuat pupuk dengan komposisi tertentu yang sengaja kami bawa dari kota. Ada yang bertanya, ada yang mulai berdiskusi dengan teman di sebelahnya, ada juga yang hanya diam menyaksikan.
Aku senang. Apa yang sudah menguras waktu istirahatku dan teman-temanku ternyata membuahkan hasil. Entah kenapa, aku lupa dengan apa yang sudah menyibukkan otakku selama ini.
“Yos!”
Jelas saja aku kaget dan spontan melihat ke belakang.
“Ada apa Yogi?,” tanyaku sedikit berbisik
“Aku punya fotomu sekarang,” bisiknya mengimbangi pelan suaraku.
Aku sebal. Dia pasti memotoku diam-diam tadi. tapi tak apalah. Tak mungkin kami kejar-kejaran saat ada acara begini. Kuabaikan saja dia pergi bersama kekesalanku yang siap diluapkan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Pagi
JugendliteraturBila harus memilih, lebih baik jatuh cinta dalam diam dan harus makan hati setiap hari atau mengutarakan perasaan dan menjadi orang yang tidak kenal setiap hari?