Prolog

4.8K 264 42
                                    

"Mama ... sakit ...." Gadis itu terisak saat rambutnya dijambak oleh ibu kandungnya sendiri.

"Kamu memang anak pembawa sial!"

Gadis itu hanya mampu menurut. Dia mengikuti langkah ibunya saat rambutnya dijambak dan ditarik ke kamar mandi.

"Mama ... hiks ... ampun, Ma ...."

Kepalanya dimasukkan ke dalam bak air. Sengaja didiamkan hingga kesulitan bernafas, diangkat sebentar, kemudian kembali dimasukkan ke dalam air. Dia sengaja dibuat kesulitan bernafas hingga wajahnya sedikit membiru.

Setelah puas membuat anaknya kesulitan bernafas, wanita itu mendorong anaknya hingga membentur dinding. Anaknya meringis, namun wanita itu tidak memperdulikan hal itu.

"Pembunuh!"

Plak

Setelah membentak, wanita itu menampar anaknya yang masih memakai seragam putih biru itu dengan sangat keras. Tak puas dengan hanya menampar, wanita itu mengguyur anaknya berkali-kali hingga tubuh gadis kecil itu menggigil. Menendangnya, memukulnya, membenturkan kepalanya ke dinding, menyiksa anak itu secara fisik sekaligus batin dengan ucapan-ucapan kejamnya.

"Sekarang kamu tidur di sini," ucapnya dingin seraya melangkah keluar.

Anak itu tak mampu melakukan apapun saat dirinya dikurung di kamar mandi. Dia beralih duduk di pojok ruangan, menekuk kakinya, memeluk kakinya, menyembunyikan wajahnya di antar kedua lututnya, kemudian menangis pelan tanpa bersuara.

"Papa ...," lirihnya disertai isakan yang belum berhenti. Menangis menahan segala rasa sakit di tubuh, disertai rasa sakit di hatinya yang begitu menusuk.

Perlahan dia merasakan sakit yang teramat di dadanya. Gadis itu mencengkram dadanya, menahan sakit yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Sebuah rasa sakit yang entah dari mana datangnya itu, membuatnya meringis dan memejamkan matanya kuat-kuat.

Uhuk-uhuk.

Dia batuk, rasa sakit itu semakin bertambah membuatnya lupa akan sakit akibat siksaan ibunya, kemudian perlahan darah keluar dari mulutnya. Gadis itu hanya mampu menangis tanpa suara saat melihat darah itu menetes ke atas lantai. Membiarkan darah itu tanpa menyentuhnya sedikitpun, tidak memperdulikannya.

Siapa yang peduli padanya? Bahkan, ibu kandungnya sendiri begitu membencinya. Sangat membencinya dan tak pernah menganggapnya sebagai anak. Apalagi orang lain bukan? Tentu, pada dasarnya dia selalu merasa sendirian di dunia ini.

"Papa ... aku rindu Papa ...." Air matanya semakin deras sambil meracaukan papanya. "Kalo Papa masih ada, mungkin Mama gak akan sebenci ini sama aku, Pa."

Kepalanya mulai terasa pusing. Sejak pulang sekolah dia belum makan apapun dan langsung dihajar habis-habisan oleh ibunya sendiri. Selain itu rasa sakit di dadanya tidak kunjung hilang dan malah bertambah.

Perlahan gadis itu menyenderkan tubuhnya ke dinding, memejamkan matanya, menutupi semua penderitaannya dengan sebuah senyum palsu yang begitu manis, senyum yang menawan yang dia ukir di bibirnya sembari membayangkan wajah ayahnya. Tak lama kemudian, rasa sakitnya menghilang secara perlahan bersamaan dengan kesadarannya yang juga mulai memudar.

-oOo-

I'am BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang