DUABELAS

229 29 4
                                    

Jam dinakas menunjukkan pukul 8.23 malam. Yooran masih berkutat dengan beberapa buku dimeja belajar. Ia sendirian dikamar yang cukup besar itu. Mirae sudah sembuh, namun orangtuanya bersikukuh untuk membawanya pulang kerumah demi menjaganya. Mereka tak ingin putri kesayangannya semakin buruk kesehatannya. Yooran memutar radio sebagai penghiburnya. Suaranya yang terdengar-sayup cukup untuk mengusir kesepian yang sejak 3 hari lalu mengisi ruangan ini. Diasrama ini, kau tidak boleh terlalu membuat keributan atau penghuni lainnya akan terganggu dan marah.

Ponsel Yooran bergetar. Ia langsung meraihnya dan menempelkan ketelinga kanannya.

"Halo Eomma..." Itu dari ibu Yooran.

"Halo Yooran. Apa yang sedang kau lakukan?" Suara lembut seorang wanita langsung menyahut.

"Aku sedang belajar. Eomma sehat kan?"

"Eomma sehat kok. Kau sudah makan?"

Yooran terdiam sebentar, "Sudah . Apa yang Eomma masak hari ini? Aku rindu sekali masakan Eomma."

"Ah... hanya makanan rumah seperti biasa."

"Ahh.. Pasti lezat. Apapun yang Eommaku masak pasti sangat lezat. Iyakan?" Goda Yooran sambil terkekeh pelan.

"Yooran-ah. Maaf ya, Eomma belum bisa mengirimi mu uang minggu ini."

Raut wajah Yooran berubah. Ia meletakkan pulpennya dengan perlahan dan suasana seketika berubah hening.

"Appamu keluar dari pekerjaannya beberapa hari yang lalu. Beliau belum mendapatkan gantinya. Eomma harus membayar uang les Giseok besok lusa. Eomma meminta tolong pada Han Gitae untuk meminjamkan uangnya untuk membayar les Giseok, tapi dia bilang tidak punya uang. Setahu Eomma dia baru menerima gaji 2 hari yang lalu."

"Kenapa Appa berhenti dari pekerjaannya?" Nada bicara Yooran berubah sedikit serak.

"Appa bilang pekerjaannya terlalu melelahkan. Ia harus pulang malam hari dan kembali saat pagi. Appa mu itu sudah tua. Ia mudah lelah sekarang."

"Jadi, Eomma yang membiayai keluarga itu sampai Appa dapat pekerjaan baru? Mintalah Gitae Oppa untuk membantu Eomma. Itu bagian dari tanggung jawabnya sebagai putra tertua."

"Kau tahu bagaimana watak Han Gitae kan? Sangat sulit untuk meminta bantuannya."

Yooran meremas keras pulpen yang masih ia genggam. Matanya berkaca-kaca dengan nafas yang menderu berat.

"Eomma, jangan khawatirkan aku. Aku punya teman-teman yang baik yang akan menjagaku. Jangan terlalu memikirkanku, aku akan mencari jalan keluarnya nanti."

"Baiklah. Jaga dirimu ya. Maaf karena Eomma membebanimu seperti ini."

"Eomma, aku sedang belajar. Aku akan hubungi Eomma lain kali. Jaga kesehatan Eomma ya. " Yooran langsung memutuskan sambungan telpon. Airmatanya berlinang. Isakan keluar sesekali dan dengan refleks ia menutup bibirnya dengan tangan kanannya.

Hatinya sakit, tenggorokannya seperti tersumpal batu besar. Ini bukan pertama kalinya ia mengalami hal seperti ini. Ia menanggung beban yang tidak bisa dibilang sepele. Jika saja ia bisa melarikan diri bersama ibunya, ia akan berlari sejauh mungkin darisana. Andaikan ia bisa meminta pada tuhan, mungkin ia lebih memilih untuk dicabut nyawanya daripada merasakan penderitaan seperti ini. Jika saja dia hanya merasakan tekanan mental dari luar rumah, mungkin Yooran akan berdiri kokoh karena ia bisa pulang kerumah dan semuanya akan menjadi baik-baik saja. Namun bagi Yooran, luka itu datang dari rumahnya dan dunia yang kejam dan keras ini bukanlah tempat yang tepat untuk mengadu dan mengobati luka. Yang dunia tahu kau adalah orang kuat yang bisa menerima segala tekanan karena di ujung hari, kau akan pulang dan keluargamu akan mengobati rasa sakitmu lalu mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Kau akan kembali dengan keadaan semangat keesokan harinya walaupun ada setumpuk masalah yang ada dihadapanmu.

Ponsel Yooran kembali bergetar. Ia langsung menghapus airmatanya dan menarik nafas beberapa kali. Ia menatap sebentar kelayar. Mirae yang menelponnya. Ia berdehem beberapa kali untuk menghilangkan suara serak khas orang habis menangis.

"Ooo... Mirae. Kau sudah sembuh? Aaa... Aku sangat merindukanmu. Aku sendirian dikamar. Cepatlah pulang. Aku kesepian disini."

"Yaa Han Yooran. Kau baik-baik saja? Kenapa suara mu serak? Apa kau sakit? Aaahh... Sudah kubilang kau jangan menjagaku terlalu lama. Daya tahan tubuh mu itu tidak baik. Aku akan meminta Hajoon Oppa untuk mengantarkanmu kerumah sakit."

Yooran tertawa kencang, sedetik kemudian ia menutup mulutnya dan menepuk bibirnya beberapa kali.

"Aku tidak sakit kok. Aku habis menangis. Kau tahu, aku kesepian sejak kau tidak ada di kamar. Aku menonton beberapa film lama yang ada dilaptop. Aku baru saja selesai nonton Miracle In Cell No.7. Kau tahu kan aku selalu menangis jika melihatnya." Yooran berbohong. Raut wajahnya masih masam seperti tadi. Apa lagi yang bisa ia katakan? Haruskah ia bilang keluarganya sedang berantakan saat ini? Yang benar saja.

"Kau tidak bohong kan? Apa kau punya masalah? Ayo cerita pada ku."

"Kalau itu, aku kesal pada Professor Ahn tadi. Kau tahu tidak, dia memberikan tugas kelompok yang membuatku sakit kepala. Kau tahu siapa teman satu kelompok ku?"

"Siapa?"

"Si cowok populer Park Chanyeol dan bidadari kampus Lee Chaeryoung. Itu sangat menyebalkan. Satu kelompok dengan orang-orang populer dan memiliki tampang yang bagus adalah salah satu hal yang kuhindari." Omel Yooran panjang lebar mengalihkan pembicaraan.

"Sungguh?!? Park Chanyeol... Aaahhhh... Tidak tidak. Maksudku kau tidak berbohongkan? Kau baik-baik saja? Kau tidak sakitkan?"

"Tidak Mirae. Aku sehat. Berhentilah mengomel. Aku harus menyelesaikan tugas ku dan tidur dengan nyenyak. Selamat malam Miraeng." Suara Yooran berubah riang. Ia lalu mematikan telponnya dan meletakkan kepalanya keatas meja belajar.

"Aku tidak baik-baik saja Mirae. Tolong aku..." Suara Yooran lirih.

My Spring Day |Kim Taehyung| [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang