TIGAPULUH DELAPAN

127 15 0
                                    

Yooran telah sampai di depan rumahnya. Rumah sederhana dengan pagar kecil yang ada di depannya serta beberapa pot tanaman yang sudah tampak mati dan kering berada di dekat pagar besi. Yooran mendorong pagar besi berkarat setinggi pinggangnya dengan perlahan. Ia mencoba menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian untuk melangkah lebih jauh kedalam rumah itu. Hanya beberapa langkah, Yooran telah sampai kedepan pintu berwarna coklat usang dengan cat yang terkelupas disana sini. Ia mengeratkan tas ransel dipunggungnya dan menarik nafas untuk kesekian kalinya. Tangannya terulur mengetuk pintu beberapa kali. Pintu segera terbuka tak lama setelah Yooran mengetuk pintu. Tampak seorang wanita paruh baya dengan pakaian lusuh berdiri di depan Yooran.

"Yooran-ah..." Panggil wanita itu, Eomma Yooran. Wanita itu mengulas senyum dan mempersilahkan puterinya yang baru datang untuk masuk kerumah itu.

Yooran membungkuk pelan, ia masuk kerumah itu dengan langkah yang berat. Baru memasuki ruang tamu sederhana itu, ingatan Yooran kembali terusik. Dengan cepat ia mencoba mengendalikan pikirannya dan mengulas senyum pada Eommanya.

Seorang pria dengan kaos lusuh dan memegang koran tengah duduk di meja makan. Pria tua dengan kaos berwarna hijau, perut buncit, hidung besar dan wajah yang tegas dan tidak bersahabat itu melirik Yooran.

"Kau sudah sampai?" Tegurnya.

Yooran membungkuk sopan dan mengulas senyum tipis pada pria tua itu. Yooran mengambil posisi dan duduk di seberang pria yang terlihat tidak memperdulikan kehadirannya itu.

"Eomma sedang memasak untuk sarapan. Tunggulah sebentar." Eomma Yooran kembali kedapur dan menyalakan kompor. Wanita itu tampak menyelesaikan masakan yang sempat ia tinggal sejenak tadi.

Seorang remaja dengan seragam SMA keluar dari salah satu kamar dan berjalan ke meja makan.

"Noona kapan sampai?" Han Giseok, putra bungsu di rumah itu menyapa Yooran dengan wajah sedikit bingung. Hampir satu tahun kakak tirinya itu tidak pulang kerumah, sangat aneh melihat gadis itu kembali setelah sekian lama.

"Baru saja. Kau akan berangkat?" Tanya Yooran.

Giseok mengangguk pelan dan duduk dikursi yang ada disamping Yooran. Ia meminum susu hangat yang ada di hadapannya dalam sekali tegukan. Ia berdiri dan membungkuk sopan, " Aku pergi dulu." Ucapnya.

"Hei! Mau kemana?!? Sarapan lah dulu." Pekik Eomma Yooran dari arah dapur. Putra bungsunya itu terlalu sering pergi sekolah dengan perut kosong.

Giseok tidak mengindahkan teriakan Eommanya yang super melengking itu dan langsung berjalan meninggalkan dapur. Ia dengan cepat memakai sepatu dan berjalan keluar rumah. Yooran segera menyusul remaja keras kepala itu keluar rumah dengan berlari kecil.

"Giseok-ah." Panggil Yooran. Giseok yang baru saja hendak membuka gerbang langsung terhenti dan menoleh ke arah Noonanya.

Yooran tergesa-gesa menghampiri Giseok. Ia mengeluarkan dompet dan menyerahkan selembar uang 20 ribu won pada adiknya. Giseok tersenyum lebar dan meraih uang itu dengan cepat. Remaja itu tumbuh dengan baik. Walaupun ia masih SMA, tubuhnya lebih tinggi daripada Yooran.

"Gomawo." Dengan cepat uang itu berpindah ke saku celana Giseok. Wajahnya yang berseri-seri dan melangkah menjauh dari Yooran.

Yooran tersenyum paksa dan kembali melangkah kedalam rumah. Appanya masih sama, masih fokus dengan koran ditangannya. Hidangan tersedia di meja saat Yooran kembali. Eomma Yooran kembali ke meja makan dengan dua buah piring berisi makanan di tangannya dan tersenyum dengan cerah. Wanita itu tampak sangat tua, lebih tua dari beberapa tahun lalu. Keriput dan kerutan sudah terlihat jelas diwajahnya. Rambut putih juga sudah hampir memenuhi sebagian besar rambut miliknya.

My Spring Day |Kim Taehyung| [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang