BAB 8: Tamu

280 37 13
                                    

Mungkin dari kalian ada yang lupa untuk memberi vote setelah membaca. Jadi sebelum membaca, aku boleh minta tolong untuk beri vote cerita ini sebagai dukungan kalian?

Terimakasih💗💗

=========================================

Gadis itu berdiri di teras rumah. Sementara di depan rumahnya ada seseorang yang menunggunya untuk keluar. Harusnya perempuan itu datang padanya. Memberinya semangat karena hari ini adalah Ujian Sekolah.

Tapi perempuan itu hanya berdiri diam. Maka ia menunggu, tak akan pergi jika belum dihampiri. 

“Ck.”

Ia memilih keluar. Menghampiri Al yang sedang menunggunya.

“Kenapa?”

“Enggak pa-pa.”

“Apanya yang nggak pa-pa? Muka kusut begitu.”

Clarisa berdecak lagi. Ia sedang tak mau banyak bicara. 

“Soal kemarin? Dia masih ganggu? Nanti biar ditegur aja lagi.”

“Nggak usah,” jawabnya cepat. “Sana pergi. Nanti telat.”

“Nay.”

“Nanti aja lagi kalo mau ngobrol.” Clarisa kembali masuk ke rumah tanpa menoleh lagi pada Al. 

Ia masuk ke dalam kamar dan langsung merebahkan diri. Pikirannya masih kalut karena kejadian di kantin kemarin. Ia bingung harus bertindak apa pada Clara. Entah harus dikemanakan wajahnya saat masuk nanti. Karena ia merasa sangat tidak tahu diri pada temannya itu.

Melihat Clara yang ringan tangan dengan melempar pot bunga sempat membuatnya takut. Ia sampai pindah bangku karena tak mau berinteraksi dengan Clara. Karena tingkahnya itu mengingatkannya pada Clara yang dulu. Mungkin temannya itu tak ingat jika mereka pernah satu sekolah saat SD. Tapi saat itu Clara sebagai adik kelasnya. Dengar-dengar sewaktu SMP Clara menempuh kelas akselerasi.

Ia takut jika Clara akan seperti itu nanti padanya. 

Bunyi notifikasi ponsel membuatnya menoleh sejenak. Balasan dari Clara membuatnya tak minat untuk membukanya. Ia hanya membaca dari layar notif saja.

Clara

Yah, nggak jadi keluar, deh. Sakit apa, Sa? 

Ia menaruh ponselnya kembali dan memilih tidur. Mama juga tak akan marah jika ia bermalasan begini. 

.
.
.
.

“Kanaya, bangun sayang.”

Wanita itu mendekat ke arah anaknya yang masih berbaring itu.

“Kamu sakit, ya? Kok ngasih taunya ke temen kamu bukan ke Mama?”

Clarisa bangun lalu menguap. Ia tak mengerti kenapa Mama berkata seperti itu.

“Nggak panas.”

“Naya nggak sakit,” ucapnya pelan sambil menarik tangan mamanya pelan dari keningnya. 

“Tuh ada yang mau jengukin.”

“Hah?”

Clarisa langsung melihat jam. Masih jam 10. Al pasti belum pulang dan masih ujian.

“Siapa?”

“Itu yang pernah kamu ceritain. Suka kasih kamu coklat.”

Clarisa langsung mengubah posisi menjadi duduk. Bagaimana bisa Clara tahu rumahnya?

We (didn't) grow up TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang