BAB 21: Perkenalan

163 22 3
                                    

Selamat membaca💗💗💗

=======================================

Karena berbeda kampus, Fano dan Dela mempunyai jadwal libur yang tidak sama. Di saat Fano sudah libur duluan, pacarnya itu masih disibukkan dengan tugas-tugas kuliah. Saat Fano masuk, Dela akan libur. Jadi mereka sulit untuk pergi keluar bersama.

Jadi, hingga saat ini, Fano masih sering berkunjung ke apartemen pacarnya untuk bertemu. Meski tak melakukan banyak kegiatan. Membuat makanan untuk Dela, menonton bersama, dan menemani perempuan itu membuat tugas. Cukup membosankan sebenarnya.

Helaan nafas membuat Fano menoleh ke arah pacarnya itu. Dela bersandar di sofa. Sedari tadi ia duduk di lantai dengan laptop di atas meja. Dan Fano berbaring di sofa yang ada di belakangnya.

"Kenapa?" tanya Fano memperhatikan gerak-gerik Dela.

"Capek, Fan. Dapat kelompok yang nggak mau kerja. Harus diperintah dulu, nggak ada inisiatifnya." Dela berkeluh kesah pada Fano. Ya siapa lagi temannya memang.

"Kenapa nggak cari orang lain?"

"Bukan mau aku sekelompok sama mereka. Dipilih dosen," gerutunya sekali lagi. Sangking kesalnya ia ingin tantrum rasanya. "Mana kalo presentasi pada gagu semua."

Fano tak bisa merespon. Ia hanya tersenyum tipis lalu mengusap kepala Dela, dan lanjut bermain ponsel. Takut kalau perkataannya kelak menyinggung. Lagipula Dela hanya ingin didengar.

Setelah berkeluh kesah, Fano mendengar Dela mengomel lagi. Ia pikir Dela berbicara sendiri, tak disangka pacarnya itu mengomel lewat telpon. Ia langsung berhenti bermain ponsel. Tampaknya masalah semakin serius.

"Kalo gue tanya di grup itu direspon, dong! Mau enaknya aja lo!"

"Kalo bisa presentasi sendiri udah gue depak lo pada. Enggak usah ngeles, deh. Gue udah minta kalian kirim materinya dari semalem. Ribet banget lo!"

"Gue kalo mau bikin sendiri juga bisa. Tapi keenakan lo pada nggak ada kerja. Enak ya lo print nama doang!"

Baiklah. Fano ikut takut mendengar itu. Selama ia kuliah belum ada yang blak-blakan seperti ini. Bahkan jika dirinya terlambat datang kerja kelompok atau mengirim materi, teman-temannya tidak ada yang marah-marah seperti ini.

"Capek banget!" Dela melempar hapenya ke atas meja sampai berbunyi cukup keras. Fano meneguk salivanya. Ia ingat dulu Dela sering marah-marah karena tidak suka didekati. Tapi kali ini, marahnya beda.

"Sabar, Del." Ia berkata pelan.

"Dari semalam juga udah sabar malah ngelunjak!"

Fano tersentak lagi. Ia jadi merasa serba salah di sini.

"Kapan deadline nya?"

"Besok! Yang ribet tuh pas presentasinya, Fan. Repot kalo nggak kerkom. Diajak pada nggak mau," ucap Dela kesal. Nafasnya juga terdengar memburu karena berbicara terlalu cepat.

Fano beranjak turun dari sofa dan duduk di sebelah Dela. Ia perhatikan perempuan itu cukup lama, sampai akhirnya Dela menghela nafas lagi. Bahunya merosot dengan lesu.

"Maaf, aku jadi marah-marah di depan kamu." Dela berkata pelan. Ia hendak membuka laptopnya lagi, tapi Fano menahannya.

"Nanti aja. Istirahat sebentar," ucap Fano. "Nggak akan selesai kalo kamu masih marah-marah gini."

We (didn't) grow up TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang