THE END

211 25 0
                                    

Happy reading 💗💗💗

========================================


“Kirain mau ngajak makan,” ucap Clara setelah duduk di sebelah Rean. Ia masih punya satu jam lagi menuju mata kuliah selanjutnya. Dan Rean meminta bertemu di minimarket yang letaknya di luar kampus meski begitu mereka duduk di dalam mobil. Cukup jauh. Tadi Laras yang mengantarnya ke sini.

“Makan ini aja kalo laper.”

Clara menerima sterofoam yang berisikan siomay itu. Ia langsung melahapnya karena lapar.

“Makasih ya,” ucap Clara. “Kamu nggak laper?” 

“Kamu aja,” jawab Rean. Clara mengangguk kemudian lanjut makan lagi. Setidaknya ada yang mengganjal perutnya. 

Rean mengambil tisu saat ada noda kacang disudut bibir Clara. Ia mengusapnya lalu meletakkan tisu itu di atas meja. Tak ada pembicaraan. Ia diam-diam menghela nafas sembari melihat orang yang berlalu lalang.

Harusnya ia katakan saja sejak kemarin.

“Rean jangan buat aku bingung, ya.” 

Clara sudah menyadari sikapnya ternyata. Perempuan itu menutup sterofoam. Tampaknya ingin berbicara padanya. 

“Dari kemarin kamu gini terus. Kenapa?” tanya Clara to the point. Ia menggenggam tangan Rean. “Kalo aku ada salah bilang aja, Re. Nggak papa.”

“Kamu nggak ada salah,” jawab Rean. Akhirnya ia memberanikan untuk langsung mengatakannya. 

“Aku sayang kamu, Ra.”

Clara memaku di tempat. Tapi reaksinya itu seperti es batu yang perlahan mencair. Perlahan kupu-kupu itu bangun dan mengacak isi perutnya. Perlahan pula rona merah menjalar di pipinya hingga ke telinga.

“Tapi …, ada baiknya kita nggak perlu lanjut, Ra.”

*****

Sore itu, ada tamu yang datang ke rumah. Clara yang mengurung diri dipaksa keluar hanya untuk bertemu dengan tamu yang ingin berpamitan pergi. 

Clara mencoba merasionalkan pikiran dan hatinya karena harus bertemu dengan Dela di saat dirinya sedang kacau. Tak karuan. Hatinya pun terasa cabik. Ibarat kaca yang pecah berkeping-keping. Namun demi menjaga hubungan yang baik, ia tetap memeluk Dela sebagai salam perpisahan.

“Sesekali main ke sini, ya, Kak.” Ia tersenyum tipis. Dela menangkup wajahnya dan melihat dengan seksama.

“Kenapa?” Suara Dela terdengar pelan nan lembut. Clara menggeleng sambil tersenyum. Tapi hal itu tidak akan bisa menutupi kondisi Clara saat ini.

“Nanti aku yang main ke sana, ya, Kak. Boleh kan?”

“Boleh, Clara. Kabarin aku terus, ya.”

Clara mengangguk. Sekarang Dela beralih menyalami orang tuanya. 

Sementara itu, Fano tak juga pulang ke rumah. Entah kemana lelaki itu. Mungkin sudah bertemu duluan atau–entahlah. Clara tak mau memikirkan kisah mereka.

We (didn't) grow up TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang