Happy Reading yaa💗💗💗
==========================================
“Warna putih nomor 57.” Ia bergumam seraya melihat rumah putih dalam gang itu. Meski di dalam gang, rumah itu terlihat luas ternyata. Selain karena rumahnya yang tak bertingkat membuat tempat itu menjadi lebar, halamannya pun luas. Tak berpagar. Ia melihat ada banyak anak-anak sedang bermain di halaman itu, tapi ia yakini bukan anak dari pemilik rumah ini. Memang kesannya terbuka. Mungkin hanya bagian garasi yang tampak tertutup.
Ia menelan ludahnya tak tenang. Sejak kemarin ia resah, Rean tak mau membalas pesannya. Dihubungi juga tak menjawab. Clara tak akan bisa diam saja seperti ini. Entah mengapa hatinya memaksanya untuk mencari lelaki itu secara langsung. Dimulai dari nekat masuk ke gedung teknik sampai dibilang caper, hingga mencari teman Rean untuk menanyakan dimana letak rumah lelaki itu.
Simpelnya, ia bisa bertanya pada Papa. Tapi tak mungkin Papa tidak bertanya balik nantinya. Ia masih enggan beramah tamah dengan Papa untuk membahas kisah asmaranya.
Asmara? Gue sama Rean?
Ia menggeleng pelan. Nanti saja ia debatkan itu dengan pikirannya. Sekarang ia hanya perlu masuk ke rumah itu.
Clara melihat pintu rumah sejak tadi terbuka lebar. Di sisi kanan ada kolam ikan dan tumbuhan yang menggantung dari atas hingga menjalar ke dinding. Saat ia menadahkan kepala, ia melihat adanya anggur di sana. Lalu fokusnya teralih ke beberapa kucing yang berdiri di pinggir kolam melihat pergerakan ikan di dalam kolam.
“Cari siapa, ya?”
Clara terkejut. Ia bahkan lupa dengan tujuannya hingga pemilik rumah itu sendiri yang keluar. Reflek, ia langsung salim. Wanita dengan hijab panjang itu tampak tertegun melihatnya.
“Sore, Tante. Maaf mendadak ke sini.” Ia tersenyum saat menjeda ucapannya. “Aku Clara, Tante.”
“Ah …” Raut wajah wanita itu langsung berubah semringah. “Ya ampun ke sini juga. Kok Rean nggak ngajakin kamu sih malah ke sini sendiri?”
“Rean mana, ya, Tante?”
Lalu raut wajah itu berubah berkerut. Clara ikut bingung.
“Loh Rean udah pergi, Nak. Dari siang tadi.”
Clara langsung terdiam detik itu juga.
Rean tak mengatakan jika hari ini akan berangkat.
*****
Sepertinya Fano salah jika berpikir ia sudah memahami Dela sebaik-baik mungkin. Sudah hampir empat tahun pacaran, nyatanya ia masih tak mengerti perasaan Dela. Akhir-akhir ini perempuan itu sering melamun. Sosial media nya pun tak berjalan dengan baik. Ini akan terasa baik-baik saja baginya jika Dela ingin bercerita.
Ia menghela napas. “Kenapa lagi sama Papa?”
“Nggak ada hubungan sama dia, Fan. Udah lah.” Ia sedang tidak mood untuk berbicara. Hanya menonton tv sejak tadi.
“Terus kamu kenapa?” Fano masih bertanya dengan lembut. “Dari kemarin kamu begini. Itu endorse numpuk,” ujarnya sembari menunjuk meja yang penuh dengan paket Dela.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...