Seperti biasa, aku akan update setiap hari. Jangan lupa divote yaaa. Beri komentar untuk meramaikan yuk!
Selamat membaca💗💗
========================================
“Mama kemana?” tanya Clara saat tiba di dapur. Ia hanya menemukan Fano. Tidak ada Papa juga Mama.
“Papa udah pergi?”
“Papa anterin Mama ke toko. Banyak pesanan. Emang Mama nggak pamit sama kamu?”
Clara diam sejenak. Sepertinya ia baru menyadari jika Mama sudah mengatakannya saat ia sudah sangat mengantuk. Ia hanya mengiyakan lalu pergi tidur.
Fano mematikan kompor ketika masakannya sudah matang. Ia menyajikan nasi goreng ke dalam piring dan membawanya ke meja makan. Clara sudah duduk di sana.
“Apa?” tanya Fano karena menyadari tatapan adiknya itu. Tertuju pada makanan yang baru saja ia buat. Padahal di depan mata Clara sudah ada sarapan yang dibuat Mama. Biasanya anak itu tak mau sarapan yang berat-berat. Hanya ingin roti dan segelas susu.
“Mau itu.” Clara memajukan bibirnya, merujuk ke nasi goreng milik Fano. “Kenapa aku nggak dibuatin?”
“Kamu nggak minta.”
“Ya buatin, dong.”
“Kamu nggak minta buatin.”
“Mana tau Abang mau buat.”
“Mau dianterin Abang apa Pak Toriq?” tanya Fano mengalihkan topik.
“Sama pacar aku.”
Fano langsung menatapnya tajam. “Kayak ada yang naksir aja.”
“Ada lah. Dikira aku jomblo apa?”
“Udah pasti ketahuan kamu kalo punya pacar. Nggak usah ngarang.”
Clara mencebik kesal. Tak bisa membuat saudaranya itu jadi emosi padahal ia ingin sekali ribut pagi ini. Ia ingin mencicipi nasi goreng buatan abangnya itu.
“Mau, Baaang.”
“Nih.” Fano memajukan piringnya. Clara langsung mengambil sendok dan memakannya.
“Nanti Abang jemput pas pulang sekolah.”
“Nggak bisa. Abang ke tempat Adel.”
“Pacaran terus.” Clara berdesis kesal. Ia menjauhkan piring itu lalu menghabiskan segelas susu. Setelah itu mengambil roti dan pergi dari sana. Ia ingin diantar Pak Toriq saja.
Fano menghela nafas melihat kelakuan sang adik. Tak mau ambil pusing, ia lanjut menghabiskan sarapannya.
*****
Panas-panas begini ingin rasanya Fano memaki-maki orang yang berlalu lalang. Padahal tak punya salah. Masalahnya ia tak menemukan keberadaan Clara di lobi sehingga ia harus masuk ke dalam. Beruntung ia diberi izin karena guru piket yang berjaga masih mengenalnya.
Tahu apa yang Clara lakukan? Gadis itu duduk sendirian di pinggir lapangan. Berteduh di bawah pohon sambil menatap Fano datar. Tampaknya ia sudah lama menyadari jika Fano lah yang menjemputnya. Makanya ia memutar langkah untuk masuk kembali ke dalam sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...