Selamat membaca💗💗💗
=======================================
Saat melihat Clara sudah tiba di rumah, Audina melihat wajah anaknya itu tampak kusam, lemah dan lesu. Memang Clara tak begitu bersemangat. Tapi yang membuatnya heran adalah mengapa Clara jadi seperti ini saat pulang.
“Mama.” Clara merengek. Ia memeluk tubuh mamanya dengan bersandar di bahu. Mama sampai berjalan mundur karena menopang tubuhnya yang berat.
Audina langsung menatap suaminya dengan tatapan bertanya. Tapi suaminya itu hanya tersenyum, lalu melengos pergi.
“Kuliah enggak enak, Ma. Tahun depan aja, Maaa.”
“Lah, kamu sendiri kemarin yang mau lanjut. Gimana, sih?”
“Kalo tau bakal gini aku enggak mau, Maaa.” Ia lanjut mengadu. “Aku kena apes mulu.”
Audina menghela nafas. “Ya udah. Mandi dulu sana. Mama buatin cemilan sama makanan buat kamu, ya.”
Clara mengangguk lesu. “Tapi aku capek, Ma. Mau dikamar.”
“Iya-iya.”
“Manja.”
Clara mendelik sinis ke arah Fano. “Diem, deh!”
“Siapa saudara kamu yang namanya Alex? Nama darimana?”
Clara tidak tahu lelaki ini mendapatkan info dari mana. Ia jadi geram. Kakinya hampir saja melayang ke pinggang Fano jika Mama tak menahannya.
“Clara!” geram mamanya.
“Rese banget, Ma! Buang aja, lah, dia!” ucap Clara lalu menunjuk ke arah Fano.
“Sembarangan kamu. Sana mandi,” usir Mamanya agar ia segera ke kamar. “Abang jangan usil, Clara nya lagi capek.”
“Dia katanya punya saudara namanya Alex, Ma.” Fano masih memancing ternyata. Clara kali ini tidak tinggal diam. Ia melempar salah satu atribut yang ada di almamaternya, tapi Fano malah berlari. Dan karena itu Mama berteriak murka pada mereka.
“Fano, Clara! Masuk ke kamar cepat!” Mama sampai melotot sangking kesalnya. Barulah Fano berhenti dan langsung melengos pergi. Begitu juga Clara yang berlalu dari hadapan mamanya.
Fano sebenarnya ingin menertawakan adiknya itu. Tadi di grup fakultas, ada kakak tingkatnya yang mengirim pesan. Menanyakan siapa yang bernama Alex anak jurnalistik semester 3. Saudara dari Clara A. Leonard prodi Psikologi. Dan Fano langsung terbahak membacanya.
“Pasti kena apes,” ucapnya saat membaca pesan dari grup itu. Tapi tak ia balas.
Audina masuk ke kamar dan langsung menghampiri suaminya itu yang hendak mandi. Ada pertanyaan yang harus ia ajukan.
“Kenapa Clara, Pa?”
Pasti suaminya itu tahu sesuatu.
“Biasa.”
“Biasa kenapa?” tanyanya masih tak mengerti.
Apalagi suaminya itu hanya diam saja dengan senyuman tipis.
“Kesian liat dia kayaknya capek banget itu,” ucap Audina.
“Biarin aja. Nanti jadi belajar sendiri,” ucap Dafyno singkat lalu pergi ke kamar mandi. Audina hanya bisa diam dan mengetuk-ngetuk meja di walk in closet.
Kalau Dafyno bersikap biasa saja, berarti tidak ada masalah di Clara.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...