Selamat membaca💗💗💗
=======================================
“Assalamualaikum, Ma. Hari ini Dina ajak anak-anak lagi ke sini.”
Clara melihat mamanya itu sedang berbicara setelah mereka menaburkan bunga. Begitu juga dengan makam di sebelahnya.
“Fano sekarang udah kuliah, Ma. Padahal empat tahun yang lalu masih suka Mama jewerin karena bandel, ya, Ma.”
Lalu terdengarlah suara decakan setelah kalimat itu keluar dari mulut Mama. Mama dan Papa pun tertawa.
“Enggak lagi, Mbah.” Fano menyahut.
“He’s getting better.” Papa berucap sambil tersenyum. “Clara hari ini udah 16 tahun, Ma. She also got better. Sekarang anak-anak udah mulai serius mikirin masa depan mereka.”
Clara termenung mendengar itu. Today is her birthday. Ia masih terasa seperti anak kecil, padahal sebentar lagi akan lulus.
Harusnya ia tak perlu buru-buru untuk sekolah dulu. Ia jadi merindukan semangatnya yang dulu. Tapi kini hilang entah kemana.
“Clara nggak mau bilang sesuatu, Nak?” tanya Mama karena ia diam saja sejak tadi. Ia pun memandangi nisan itu lama. Membaca nama sang nenek membuatnya jadi mengenang wanita itu. Mbah sangat sayang padanya. Kasih sayangnya terasa berbeda. Terasa hangat, dan merindukan.
“Nggak ada,” ucap Clara singkat. Tapi wajahnya terlihat damai.
“Ya udah. Kita doa dulu.”
Mereka berempat berdoa bersama untuk mendiang Mbah putri dan Mbah kakung. Setelah itu barulah mereka pergi ke tempat persinggahan selanjutnya. Kali ini mereka menyempatkan untuk pergi ke rumah adik dari Mama mereka. Karena letaknya tak jauh dari makam.
Tiba di rumah bercat putih itu. Kedatangan mereka disambut hangat oleh pemilik rumah, Tante Tiara. Dan anak-anaknya yang lebih muda dari Clara. Anak Tante Tiara berjumlah tiga. Yang paling muda baru berusia 1 tahun. Kadang Clara berpikir bagaimana mereka akur, bahkan ada yang jaraknya berbeda 10 tahun.
“Mbak Clara apa kabar?!” Syareen, anak kedua Tante Tiara tampak sangat antusias menyambut mereka. Seingat Clara usianya 8 tahun. Mungkin kelas 2 SD.
“Baik,” jawab Clara lalu tersenyum. Anak itu beralih menyalimi tangan Fano.
“Apa kabar, Mas? Mas katanya udah kuliah, ya?”
“Baik, Syareen. Iya Mas udah kuliah,” jawab Fano lalu mengusap kepala anak itu. “Mana Adek?”
“Lagi tidur, Mas. Bentar lagi bangun, kok.”
Rumah yang tak terlalu besar dan mewah itu kini terasa ramai. Clara selalu nyaman berkunjung ke sini. Dari tempat ia berkumpul bersama keluarganya sekarang ia bisa melihat adanya ruang bermain. Mungkin dulunya hanya ruang untuk menonton tv tapi sekarang sudah dihiasi banyak koleksi mainan anak-anak, tapi tersusun rapi. Kalau di rumahnya ruangan-ruangan seperti ini berjarak jauh, dan terpisah. Hal seperti ini malah membuatnya nyaman. Suasana terasa sangat berbeda.
“Clara udah kelas 12 aja, ya, sekarang.” Tante Tiara mengajaknya berbicara. “Anakmu, loh, Mbak. Pinter banget.”
“Dulu kecepetan sekolah dia.” Mama menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...