Happy reading💗💗💗
=======================================
“Nggak usah cemberut. Orang-orang ospeknya 3 kali tapi prodi kamu gabung sama fakultas. Masih beruntung,” ujar Fano karena Clara masih menunjukkan ekspresi tak menyenangkan ketika ia mengantar ke kampus.
“Didenger.”
“Aku, tuh, bete sama Abang.” Clara melirik sinis. Ia mengembalikan helm pada Fano. Memang ia diantar menggunakan motor agar lebih cepat.
“Heh salim!”
Clara tidak jadi melangkah. Ia terpaksa menghampiri Fano dan mencium tangan itu.
“Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam,” jawab Fano. Lalu adiknya itu berjalan dari gerbang kampus menuju fakultasnya. Seingatnya fakultas psikologi jaraknya sangat jauh dari gerbang. Tapi para mahasiswa baru tidak diperbolehkan untuk diantar ke sana.
Biarlah dia merasakan sendiri.
Jika kemarin para maba melakukan kegiatan di dalam gedung serbaguna, kali ini kegiatannya dilakukan di dalam pusat unit kegiatan mahasiswa. Semua sudah datang, Clara tidak terlambat tentunya. Dan untungnya ia sudah mendapatkan kenalan.
“Ayo baris baris!” Para panitia meminta untuk merapikan barisan. “Baris sesuai kelompoknya, ya!”
Kali ini Clara dan Laras tidak mendapat kelompok yang sama. Hal itu membuat Clara jadi harus membaur dan berkenalan lagi. Melelahkan. Beberapa orang yang mengajaknya berkenalan saat masa perkenalan kampus kemarin ia sudah lupa siapa saja. Perkenalan terjadi secara spontan karena tidak punya teman mengobrol, atau sedang menunggu jemputan, atau sedang mencari barisan.
Ya, anggap saja untuk melatih jiwa sosialnya yang introvert ini.
Karena orang-orang di prodinya tidak terlalu banyak, Clara mudah untuk menemukan barisannya. Kelompok Jean Piaget. Seingatnya nama itu pernah ia temukan di buku bacaan milik Papa. Mungkin nama-nama kelompok diambil dari beberapa nama tokoh.
“Permisi.” Clara menepuk pelan bahu seorang perempuan di depannya. Karena sesama peserta ia tak perlu sungkan. Lagipula kakak tingkat di sini tampaknya lebih baik daripada kemarin.
“Kelompok 2 Piaget, ya?” tanya Clara. Perempuan itu baru membalikkan badannya.
Raut wajah Clara menghalus. Sementara perempuan itu terkejut melihatnya.
“Aresha?”
Akankah ini menjadi ajang pembalasan dendamnya?
*****
“Tebak aku ketemu siapa?!”
Jika tadi pagi Clara terlihat tidak semangat, saat pulang yang terjadi adalah sebaliknya. Tentu hal itu menjadi perubahan besar bagi Fano yang sedang menunggu Clara di taman fakultas.
“Siapa?”
“Drama queen!”
Kening Fano berkerut. Ia tidak paham siapa yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...