Happy reading💗💗💗
=======================================
“Okey Thank you for today. Terimakasih atas semangat dan antusias belajarnya. See you next week, ya. Selamat siang,” ucap seorang wanita yang berada di depan kelas kemudian dibalas oleh seluruh murid.
Clara menutup buku pelajarannya. Hari pertama ia di kelas 12. Hari pertamanya di sekolah … tanpa Fano. Entah mengapa merasa hampa, padahal dulu pun mereka tak pernah saling sapa jika berada di sekolah.
It just feels different. Ia merasa tak semangat dan hampa.
“Clara, Mama gue suruh bimbel, nih.” Clarisa bersuara membuatnya langsung menoleh dari lamunannya. “Lo bimbel juga nggak? Persiapan masuk ptn.”
“Belum tau. Kenapa?”
“Biar ada temen.” Suara Clarisa menurun. “Lo tau, kan. Gue takut sama orang baru.”
Ia tak mau kenal orang baru. Dan Clarisa takut berkenalan dengan orang baru.
Mungkin ia tak punya kegiatan lain sepertinya.
“Lo nggak mau cobain snbp?” tanya Clara.
“Takut nggak lolos, Clara. Gue nggak mau terlalu berharap ke sana juga.”
“Lo sering ikut lomba, Sa. Sertifikat lo banyak, kan. Peluang lolosnya besar,” ujar Clara sambil melihat ke arah bukunya. Sejujurnya ia mengantuk. “Saran gue, bimbelnya pas udah pengumuman kelulusan aja. Kalo emang belum rejekinya lo di sana baru bimbel. Sekarang belajar mandiri dulu.”
Clarisa diam sejenak setelah mendengar itu. Ia rasa ada benarnya ucapan Clara.
“Tapi bantu gue belajar, ya, Ra. Kalo ada yang gue nggak ngerti.”
Clara mengangguk. Meski ia pun belum menyicil untuk materi utbk kelak. Entahlah. Semangat belajarnya hilang tak seperti dulu. Nilainya perlahan menurun. Dimana dulu ia langganan juara umum, kini gelar itu diraih oleh kelas sebelah dimana rata-ratanya lebih besar darinya.
“Eh Ra.”
Bahunya ditepuk, membuatnya menoleh lagi. Mereka berdua sama-sama tak ke kantin padahal jam istirahat.
“Udah liat ini?”
“Apa?” Clara menoleh. Temannya itu menunjukkan sebuah postingan twibbon salah satu universitas ternama. Yang menjadi fokusnya adalah orang yang ada di twibbon itu.
“Dia ambil seni rupa, Ra. Wah anak seni ternyata,” gumam Clarisa. Sementara temannya hanya diam memperhatikan. “Mau liat lagi nggak, nih? Mumpung masih login pake akun Al.”
“Ig cowok lo?” tanya Clara. Ia mengangguk.
Ada rasa penasaran dalam diri Clara. Ingin sekali meminjam ponsel Clarisa untuk menjelajahi akun Bintang, karena ia sudah lama tak berkunjung ke sana. Mungkin sudah hampir 6 bulan ia menonaktifkan sosial medianya. .
Haruskah ia menuntaskan rasa penasarannya ini?
Ketemu karena garis takdir itu lebih berarti, Ra.
Clara pun menggeleng. Clarisa mengerutkan kening heran.
“Udah move on, ya?”
“Belum.” Ia mengambil sebuah bantal kecil yang hanya sebesar dua telapak tangannya itu dan meletakkan di atas meja. “Lagi nggak pengen aja.”
*****
“Kenapa nggak ajak Mama aja, sih, Pa? Papa nggak capek apa pulang kerja langsung lari?” tanya Clara seraya melakukan pemanasan. Sesungguhnya ia sangat malas sekali untuk berolahraga. Kapan terakhir ia olahraga? Mungkin sewaktu jam olahraga terakhir di sekolah. Sudah hampir dua bulan yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...