Happy Reading yaa💗💗💗
=======================================
Clara merasakan lapar yang sangat luar biasa. Ia belum makan sejak sarapan pagi tadi. Dan saat ini sudah menjelang malam. Belum ada tanda-tanda Papa ataupun Abang akan menjemputnya ke sini.
Rasa takut Clara bertambah berkali-kali lipat. Ia takut tidak bisa pulang. Takut jika ia pulang hanya membawa nama dan tubuhnya tergeletak di ruang tamu dengan keadaan yang mengenaskan. Lalu orang-orang berdatangan dengan baju hitam. Mama menangis. Papa menangis. Abang … kehilangannya. Clara tak mau. Ia tak mau hal itu terjadi.
Akhirnya Clara menangis sejadi-jadinya. Lakban itu jadi basah. Lalu sama seperti tadi, ada lampu terang di dalam otaknya.
Rian salah jika melakban mulutnya seperti ini. Ia membasahi lakban itu dengan air liurnya dan air matanya hingga terlepas. Tapi setelah terlepas, yang ia lakukan adalah menangis dengan kencang.
“HUAAAAAA!”
“Woy berisik!” Rey akhirnya datang karena tak tahan mendengar suara itu. “Kenapa sih lo?! Kenapa-napa juga enggak!”
“HUAAAAA!”
“Berisik anjing!” Ia membekap mulut Clara dengan tangannya. “Mau lo dibuat kayak dia hah?! Gue masukin juga ke mulut lo ntar,” ucapnya merujuk ke arah Dela yang sejak tadi hanya bisa diam.
Tangisan Clara berhenti. Ia menatap Rey cukup lama. Sampai akhirnya tangan itu menjauh darinya. Tatapan lelaki itu berubah menjadi bingung.
“Lo mau?”
Harusnya Rey langsung menutup mulut Clara dengan lakban. Tapi ia tidak bisa melakukan itu. Clara melihat Rey menelan ludah sambil melihat ke kanan dan kiri.
“Mau?” tanya Clara lagi. Rey langsung tergelak.
“Heh, bocah. Lo bisanya ngemut permen doang, kan?”
“Punya lo juga cuman segede permen, kan? Atau lebih kecil?”
Plak!
“REY!” Dela berteriak.
“Awas ya lo. Beneran mati setelah ini,” ucapnya kesal. Kali ini lakban itu dibuat melingkari kepala Clara untuk menutup mulut itu rapat-rapat. Sekarang Clara tidak bisa berteriak lagi.
Melainkan lanjut menangis.
“Papa jemput aku huaaaaaa!”
*****
Nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan. Segera—
Untuk kesekian kalinya, Clara tidak menjawab telpon. Pesannya tidak dibalas padahal nomor itu aktif. Rean pun menghempaskan ponselnya ke kasur. Perempuan itu tak akan membalasnya. Meski hatinya sedikit masih berharap.
Padahal ia ingin memberikan kejutan pada perempuan itu karena ia pulang lebih cepat.
Rean keluar dari kamarnya. Ia duduk menghampiri mamanya yang menonton sendirian. Saat ia duduk seekor kucing cokelat datang menghampirinya. Tangannya terangkat untuk mengusap bulunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...