BAB 12: Murka lagi

191 23 6
                                    

Jangan lupa tombol bintangnya. Happy reading💗💗💗

=======================================


“Clara hari ini ada Adel sama Papanya mau makan malam ke sini. Pake baju yang rapi, ya.” 

Mama datang masuk ke kamarnya membuat Clara cukup terkejut dengan kehadirannya. Pasalnya, Mama berlagak seperti tak terjadi apa-apa. Entah ia harus lega atau bagaimana. Tapi Mama tidak membahas perihal cookies itu lagi. 

“Iya, Ma.” Ia menjawab. 

“Oke. Nanti malam keluar kamar, ya.” 

Meski begitu, Clara merasa keberatan karena suara Mama tak terdengar lembut seperti biasa. Jadi ia hanya menyahut singkat lagi.

“Iya, Ma.”

Pukul delapan malam, Dela dan Papanya datang ke rumah. Clara tak begitu antusias untuk menyambut mereka. Ia hanya diam tanpa berekspresi seperti biasa. Hal itu tak lepas dari Fano yang sejak tadi memperhatikannya. Tapi juga bersyukur karena Clara tak bertingkah malam ini. 

Makan malam ini terasa seperti pertemuan antar besan bagi Clara. Hanya mereka yang bersenang-senang, tapi dirinya tidak. Para orang tua membahas topik yang tak ia sukai. Membahas kenangan masa kecil dimana dulu mereka pernah bermain. Tapi Clara tak pernah ingat jika ia dulu akrab dengan Dela. Mungkin hal itu terjadi saat ia masih balita. 

“Dulu mamanya Adel suka banget sama Fano, pengen anak cowok biar jadi adiknya Adel.”

“Kalo Fika masih ada mungkin sayangnya lebih ke Fano dari pada ke Adel, ya.”

“Mana dulu mereka kalo main lucu banget nggak, sih? Fano dulu malu-malu kalo deket Adel.”

“Gedenya malah jadian, ya, Fan.”

Lalu topik itu terus berlanjut, dan ia terlupakan. Clara menutup mulutnya karena ia menguap. Merasa bosan karena hanya menonton mereka saja. Kalau saja bisa bermain handphone sudah pasti ia lakukan sekarang.

“Clara sebentar lagi bakal naik kelas, ya? Nggak kerasa udah mau lulus. Jadi bisa nyusul Fano sama Adel.” Om Harry kali ini berujar padanya. 

“Iya.”

“Kira-kira udah ada kepikiran nanti setelah lulus mau kemana, Ra?” tanya Om Harry lagi. Clara sedikit menegakkan tubuhnya kerena sejak tadi terus bersandar. 

“Belum tau.”

“Kalo Fano katanya mau jurnalistik, ya? Nggak ngikutin kayak Papa aja, Fan?”

“Mungkin belum sekarang, Om. Papa juga udah pernah ajarin,” jawab Fano. Lalu mamanya ikut bersuara. 

“Fano emang kurang minat ngikutin papanya. Mungkin Clara nanti, dia sering tuh nanyain tentang invest. Udah pengen coba juga.”

“Oh, ya?” tanya pria dari ayah kandung Dela itu. “Emang pada beda-beda, ya, minatnya.”

“Kalau Kak Adel minatnya kemana?” tanya Clara akhirnya ikut berbasa-basi. 

“Hukum.”

“Oh, kampusnya dimana? Sama kayak Abang?”

“Daftar ke sana juga. Tapi mungkin lebih milih pts aja,” jawabnya. 

“Kirain bakal keluar kota,” gumam Clara mengundang lirikan mata dari keluarganya. Tapi ia malah pura-pura tak tahu dan memakan hidangan penutup saja. 

“Abang emang nggak mau daftar ke kampus luar gitu?”

“Kalo bisa di sini aja kenapa enggak?” Mama menyahut. “Lagian ngerantau itu butuh persiapan.”

We (didn't) grow up TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang