BAB 20: Mahasiswa baru

177 31 7
                                    

Jangan lupa vote dan commentnya teman-teman. Terimakasih. Selamat membaca💗💗💗

=======================================

Seperti yang  direncanakan sebelumnya, Clara tidak akan berkuliah tahun ini. Setelah ujian ia bisa menikmati hidupnya dengan santai. Mengabaikan semua pesan yang masuk ke ponselnya menanyakan kabar, dan para kating yang berisik di grup prodi. Clara tak tahu sejak kapan masuk ke sana. Entah nomornya didapatkan dari mana. Tiba-tiba saja ia sudah masuk ke grup prodi. Kemudian ia arsipkan.

Harusnya ia bisa tenang. Hanya perlu memikirkan acara tahunan sekolahnya saja tanpa campur tangan nomor asing yang mendadak mengirimnya pesan.

“Siapa, sih?” Clara langsung mematikan centang biru. Tak mengindahkan isi pesan itu. 

“Oy!”

Clara menoleh dengan malas ke arah Fano. Ia sedang asyik berbaring di sofa pool, dengan kacamata bertengger di hidung dan popcorn sebagai cemilannya.

“Kenapa nggak pernah nyaut di grup prodi? Orang udah pada buat gugus.”

Detik itu juga Clara langsung duduk dan melepaskan kacamatanya. “Abang yang kasih nomor aku?!”

“Niat kuliah nggak sih?” tanya Fano balik.

“Ck!” 

Mama sudah bilang, kalau tidak mau berdebat jangan ceritakan apapun pada Fano. Mereka berbeda pendapat, jadi sudah pasti Fano tak akan menyetujui pilihannya untuk tidak kuliah.

“Ada temen Abang di sana. Pas liat daftar ada nama kamu tapi belum masuk grup. Kamu nggak dapat info?”

Clara memakai kacamata hitamnya kembali. “Enggak.”

“Sebentar lagi udah masa perkenalan kampus. Jangan sampai nggak tau,” ujar Fano kemudian pergi dari sana. Clara mengedikkan bahu masa bodoh. Ia lanjut menikmati pagi yang cerah ini di atas kolam renang.

Perhatiannya lagi-lagi teralih pada ponselnya. Bukan dari grup fakultas atau prodi atau universitas, tapi pesan dari Clarisa.

Clarisa

Baju gue udah selesai dijahit.

Ia langsung membalas pesan itu.

Me

Liat dong!

Clarisa lebih memilih menjahit baju untuk ajang acara perpisahan nanti sedangkan ia seperti biasa. Ada Mama yang mengurusnya. Pergi ke butik, mencarikan dress yang bagus, dan fotografer untuk keluarga. Clara rasanya tak akan bisa seperti itu jika menjadi seorang ibu kelak. Terlalu ribet. Terlalu repot mengurus banyak hal.

Tapi ia hargai saja kehendak Mama yang satu ini.

“Clara kamu di rumah aja, kan? Kalo mau pergi bilang, ya.” Mama menghampirinya saat hendak pergi. Ia mengangguk.

“Mama udah ketemu MUA yang cocok?”

Mama tersenyum mendengar itu. “Ada nanti yang dandanin kamu.”

We (didn't) grow up TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang