Happy reading ya💗💗💗
===========================================
"Mbak udah nggak kerja lagi. Mau urusin Ibunya," ucap Dela seraya memasukkan mie instan ke dalam keranjang.
"Nggak usah, lah. Aku udah cocoknya sama Mbak. Nggak mau yang lain." Ia membantah ucapan papanya. Saat sedang belanja pria itu terus menelponnya. Sejak 1 jam yang lalu. Memang sengaja tak mau ia angkat hingga akhirnya ia muak sendiri. Papa tidak berhenti menelponnya.
"Udah, deh, Pa. Orang nggak kemana-mana juga," ucapanya kesal. Ia melempar susu kotak berukuran besar bersama dengan sereal. "Kalo Papa gini terus aku nggak mau nurut lagi," ancamnya kemudian mematikan sambungan. Ia berjalan menuju kasir untuk segera membayar.
Sambil menunggu, ia melihat rak yang berada di belakang meja kasir. Lalu menunjuk sebuah kotak rokok berwarna biru muda itu. Meminta agar benda itu ikut dihitung. Ia tak pernah bisa menepati janjinya untuk berhenti. Kapan-kapan saja.
Dela hendak mengambil ponsel dari saku hoodienya. Tapi tangannya tak sengaja menyenggol sebuah kotak berwarna merah yang ada di dekatnya. Dela memandangnya cukup lama. Tangannya menggantung di udara.
Mungkin ia butuh itu. Untuk berjaga-jaga saja kedepannya.
Usai melakukan transaksi pembayaran, ia keluar dari sana. Jarak minimarket dengan apartemennya tak cukup jauh. Berjalan pun tak memakan waktu 15 menit. Tapi perjalanannya terasa lama karena memikirkan sesuatu.
Ia menghubungi kekasihnya.
"Hai," sapanya pelan. Ia menekan tombol lift lalu bersandar. "Kamu nggak ke sini? Besok aku udah mulai libur."
"Udah makan?"
Senyuman tipisnya terulas. "Belum. Aku baru beli cemilan."
"Sebentar lagi ke sana. Jangan masak mie instan."
"Oke."
Hatinya menjadi lega karena mendengar suara Fano. Sudah beberapa hari ini ia sendiri karena Mbak Raya tak lagi bekerja. Dan Fano juga mulai disibukkan dengan kegiatan kuliahnya.
Namun baru saja hatinya berbunga-bunga, saat pintu lift terbuka, ia menemukan sosok lelaki tinggi yang langsung menatapnya. Dela terkejut, tapi juga ketakutan. Ia tak menyangka akan bertemu salah satu anak buah Ri-si setan itu, ada di sini.
Bagaimana bisa ia ada di sini?
Tapi pertanyaan itu langsung terjawab sudah saat lelaki itu mengangkat sebuah kartu akses. Dan saat itu Dela merasa hidupnya tak akan lama.
"Gue udah bilang, kan. Lo nggak akan bisa kabur."
Rian memang dipenjara. Tapi tidak dengan anak buahnya.
*****
Sembari melihat-lihat angka yang ada di atas pintu, Clara memperhatikan ponselnya sekali lagi untuk memastikan nomor ruangan berapa yang ia tuju. Seingatnya ruangan itu lebih besar dari ruang belajar yang lain. Jadi sesekali ia menengok ke dalam.
Hingga akhirnya ia menemukan ruangan yang ia tuju karena melihat ada banyak orang yang menggunakan seragam prodinya. Clara masuk ke dalam dan ternyata sudah sangat ramai. Ia mencari keberadaan Laras. Hingga ia menemukan perempuan itu sedang melambaikan tangan padanya. Duduk di kursi paling atas.
Anjir, lah. Capekk
"Lo kemana aja anjir?" tanya Laras seraya memindahkan tasnya dari kursi di sebelahnya. Clara akhirnya bisa duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
We (didn't) grow up Together
RandomDulu sewaktu kecil, Fano dan Clara sangat lengket bak prangko dan kertas. Kemanapun Fano pergi maka Clara akan ikut. Kemanapun saudaranya itu melangkah maka Clara akan ada di belakangnya. Sampai semua orang tahu jika mereka adalah kakak beradik. Ten...