Part 1

6K 175 3
                                    

Delapan belas tahun kemudian ...

"Ayah. Kenapa ayah selalu saja membela Gabriel ? Padahal dia yang salah. Dia lebih dulu memulai perkelahian dengan Brian," ucap Abbygael dengan kesal.

"Ayah tau. Tapi Gabrial mempunyai alasan yang masuk akal sayang," Rafael berusaha menenangkan anak perempuan kesayangannya itu.

"Masuk akal apanya ayah. Dia berkelahi terus menerus apa itu masuk akal," Abbygael menatap mata Rafael dengan tajam.

"Gabriel hanya melindungimu dari pria hidung belang yang ingin menjahatimu By,"

"Aku tidak suka dilindungi oleh Gabriel, ayah." sentak Abbygael.

"Tidak bisa. Gabriel harus ada disamping kamu untuk terus melindungi kamu. Ayah gamau kamu kenapa napa lagi dan apa perlu ayah tambah dengan pengawal Abby ? Untuk menjagamu." Rafael menatap putrinya. Sama seperti Keysia yang selalu saja keras kepala yang tak mau menurut.

"Aku akan mengadu pada nenek, biar ayah di marahin." Abbygael segera pengambil ponselnya dan menelepon nenek kesayangannya itu.

"Halo nenek. Abby disiksa di rumah sama ayah sama Gabriel nek,"

"Ayah selalu bela Gabriel nek,"

"Gabriel berantem sama teman Abby, tapi ayah bela Gabriel,"

"Lah, kok nenek malah bela Gabriel juga,"

"Nenek udah ga sayang sama Abby lagi ya ?"

'Yaudah Abby tinggal di rumah nenek aja ya ?!"

"Di sini Abby di siksa terus sama setan setan di sini nek,"

"Iya Abby nurut, Bye nek love you."

Rafael menatap Abbygael dengan tatapan datar. Putrinya ini memang sangat senang mengadu pada Mery. Bagaimana tidak, Abby sangat di manja oleh kakek dan neneknya, sehingga Rafael sedikit kesusahan menghadapi iblis kecil manis yang ada di hadapannya.

"Sudah ngadunya ?" Tanya Rafael datar.

"Apa sih ayah ngeliatinnya kayak gitu," Abby mencoel coel wajah Rafael.

"Besok kamu pindah ke sekolah Gabriel." ucap Rafael.

"Gamau ayah. Abby gamau. Maaf ya ayah. Jangan pindahin Abby ke situ. Ya ya ya ?" Abby memasang wajah memelas, lalu memeluk tubuh Rafael.

"Lepas." perintah Rafael.

Setelah mendengar suara ayahnya yang sudah menjadi sangat dingin, lalu Abbygael melepas pelukannya dengan cepat.

"Ayah sudah mengurus semuanya dan besok kamu tinggal berangkat bersama dengan Gabriel."

"Ayah jahat." Abbygael lalu menangis mendengar pernyataan yang sangat menyakitkan.

Pindah satu sekolah dengan Gabriel adalah mimpi buruk baginya. Memang mereka kembar, tapi tidak identik. Bahkan jika mereka berjalan bersama di pusat perbelanjaan, banyak sekali yang bilang mereka seperti pasangan serasi.

Gabriel adalah murid berprestasi dengan tingkat kecerdasan di atas rata rata, sedangkan Abby tidak sepintar Gaby.

Gabriel memiliki wajah tampan seperti ayahnya dengan tubuh tinggi, bahu yang lebar dan perut seperti roti sobek hasil dari latihan basket dan juga gym. Gabriel juga menguasai beberapa bela diri dan juga dia adalah kapten basket di sekolahnya. Jadi jangan heran jika banyak sekali wanita yang mengejer seperti orang gila.

Jika orang lain menjuluki Gabriel pangeran tampan, maka Abby akan menjulukinya dengan pengeran kegelapan. Karena Gaby yang selalu saja mengusik hidupnya yang tenang.

"Aku akan mengadu pada mama." ucap Abby disela sela tangisannya.

Rafael harus menarik napasnya dengan dalam dalam, lalu menghembuskannya. Rafael tidak berani tidur nanti malam.

Abbygael berjalan keluar dari ruang kerja ayahnya, lalu masuk ke dalam kamarnya. Abbygael merebahkan badannya di atas kasur, lalu menangis sekencang kencangnya.

Mendengar tangisan kencang dari kamar adiknya. Gabriel dengan capet berlari masuk ke dalam kamar kembarannya.

"Kenapa lagi si nangis mulu ? Ga usah cengeng, By" Gabriel mendekat kepada Abby, lalu memberikan tisu yang ada di atas nakas.

"Apa si ga usuh deket deket. Ayah pindahin aku ke sekolah kamu. Puaskan kamu ?" Gabriel tersenyum lebar lalu memeluk Abby dengan erat.

"Puas banget, akhirnya."

Abbygael melepaskan pelukan Gabriel dengan kasar, lalu menatap mata Gabriel dengan tajam.

"Jahat banget sih, huaaa," tangisan Abbygael pun pecah lagi.

"By ... Aku hanya gamau kamu kenapa napa kalau kamu jauh dari aku, jadi itu yang terbaik. Aku bisa awasin kamu dengan lebih mudah dan bantuin kamu naikin nilai," Gabriel menghapus air mata dari wajah adik kesayangannya dengan ibu jarinya.

"Tapi aku gamau deket deket sama kamu, Gaby."

"Kamu memang selalu kayak gitu, padahal aku lumayan tampan dan pintar. Tapi kamu masih aja gamau ngakuin aku jadi kakak kamu." ucap Gabriel dengan cepat.

"Tau, ah." Abbygael menutup semua wajahnya dengan bantal.

Gabriel memperhatikan Abbygael yang masih saja meraung raung di dalam bantal. Adik perempuannya yang cantik itu memang sangat tidak suka jika ada dirinya di sampingnya.

'Gaby, jauh jauh sana.'

'Gaby, jangan deket deket.'

'Kamu sih. Gara gara kamu deket deketkan.'

'Gaby, jangan pakai baju samaan sama aku ah.'

'Gaby, kamu ngapain jemput aku. Kan aku mau pulang bareng sama temen aku,'

Semua kalimat itu sudah sangat sering sekali di dengar oleh Gabriel. Entah punya dendam apa pada dirinya, hingga Abbygael sangat tidak suka jika ada dirinya didekatnya.

"By, mau aku beliin makan ga ? Kamu laper ga ?" Tanya Gaby dengan pelan, sambil mengelus puncak kepala Abby.

"Ga laper. Gamau makan sampai seminggu,"

"Kamu kayak anak kecil aja sih, By. Malu udah gede kelakuan masih kayak anak kecil," Gabriel tersenyum melihat tingkah adiknya itu.

"Kamu yang ketuaan." Abbygael melebarkan matanya agar Gabriel takut. Namun bukannya takut, Gabriel malah menahan mata Abbygae untuk mengecil, lalu meniup niup mata Abbygael hingga memerah.

"Akh, sakittt." Abbygael berusaha melepaskan tangan Gabriel yang ada di wajahnya.

"Untung aku sayang sama kamu. Kalo ga, udah aku keluarin mata kamu karena berani melotot melotot sama aku."

"Berisik, kamu jelek." Abbygael menendang nendang Gabriel. Hingga kakaknya terjatuh dari kasur miliknya, lalu tertawa dengan kencang. "Sukurin."

Little BygaelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang