Dengan perlahan Abbygael membuka matanya. Rasa pusing di dalam kepalanya mulai terasa kembali. Dengan pelan Abby menarik tangannya untuk memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
"Dasar nyusahin." Abby dapat melihat Gabriel yang berdiri di depannya dengan lengan yang dilipat di depan dadanya, menatap Abbygael dengan tajam dan dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Bisa ga sih lo ga usah nyusahin sekali aja ?!" Abbygael berusaha mengabaikan ucapan kembarannya itu, lalu pandangannya terfokus pada infus yang terpasang pada lengannya.
"Besok besok, kalau mau bunuh diri ga usah tanggung tanggung." Ujar Gabriel dengan nada sarkas.
"Aku juga ga minta kamu buat nolongin aku kok, jadi dari pada kamu berisik mending keluar." Ucap Abbygael dengan tenang.
"Dasar gatau diri. Sudah ditolongin malah gatau terima kasih. Dasar ga berguna." Gabriel berjalan ke arah pintu, lalu membukanya dengan kasar dan menutupnya dengan bantingan.
Abbygael menghela nafasnya panjang, entah bagaimana cara untuk memperbaiki hubungannya dengan kembarannya. Jika dibiarkan semakin lama, maka akan semakin tercipta jarak yang besar pula antara mereka.
Mata Abby melirik pada jam yang berada di dinding kamarnya. 17.37. Selama itu dia pingsan ?
"Kamu udah bangun ? Ada yang sakit ?" Adam melangkah mendekat pada ujung ranjang milik Abbygael.
"Hmm-ga ada. Ini kenapa ada infus, om? Ada dokter yang nanganin aku ?" Abby menggoyang goyangkan lengannya yang terinfus.
"Aku mau nanya dulu sama kamu. Kemarin malam kamu bilang kamu cape mau tidur. Kenapa kamu malah keluar ga bilang ?" Adam menatap Abbygael dengan tajam, berusaha mencari kejujuran dari Abbygael.
"Hanya mencari udara segar, itu saja." Jawab Abbygael berbohong.
"Udara segar ? Mabuk ? Hujan hujanan ? Ga izin, ga pamit ? Gitu ?"
Abbygael tersenyum dengan lebar, menampilkan semua jajaran gigi depannya. "Lupa." Ucapnya dengan sedikit tertawa.
"Aku lagi serius, Abby." Adam melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"Iya aku juga, serius. Memang aku kemarin malam kenapa ?" Tanya Abby.
"Kamu tergeletak di pinggir jalan. Untung Gabriel lihat kamu dan langsung bawa kamu pulang. Kamu tuh jangan buat orang-orang khawatir Abby. Kalau kamu mau kemana-mana, tinggal bilang ke aku. Aku bisa antar kamu, kalau kamu mau jalan sendiri juga bilang, seengganya mastiin kamu baik-baik saja."
Abby memutar bola matanya malas. "Iya-iya. Buset dah, baru bangun udah dapet ceramah aja."
"Abby !"
"Iya maaf om, janji ga akan lakuin lagi. Peace,"
Adam menarik pipi Abbygael dengan kencang. "Awas saja kamu sampai ngulangin lagi !"
Dengan cepat Abbygael mencabut jarum yang tertancap pada tangannya, lalu merenggangkan semua otot otot yang terasa kaku.
"Kamu mau ngapain ?" Tanya Adam dengan was-was.
"Lapar om, mau makan." Ujar Abbygael dengan nada merengek.
"Aku yang ambil ke bawah. Kamu tunggu di sini saja."
"Gamau, aku mau makan di bawah." Abbygael segera melompat dari atas tempat tidur, lalu berjalan keluar dari kamarnya.
"HELOW BIBI. Do you miss me, bibi ?" Tanya Abbygael dengan nada semangat.
"YES, NON ABBY YES." Jawab bibi dengan semangat.
Mendengar jawaban bibi, Abbygael tertawa dengan keras. "Apa sih bibi yes yes aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Bygael
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE KAKAK KAKAK 🤟🏻 "Semua masalah itu ga ada yang berat, Abby. Tergantung cara kita menghadapi dan menyikapinya. Kalau kamu sudah ketakutan duluan, maka kamu akan menilai itu masalah berat. Itu menurut aku, gatau deh orang...