part 40

1.2K 92 23
                                    

Abbygael memetik gitar yang ada di pangkuannya, angin malam yang dingin dan lumayan kencang membuat sesekali rambut yang dibiarkan tergerai itu bergerak. Cahaya bulan yang sangat indah menjadi penerang.

Rasanya memang sangat menyakitkan ketika melihat seseorang yang pernah sangat disayang harus berbohong dan menyembunyikan sesuatu.

Tok..tok..tok..

"By."

"Masuk aja ga dikunci." Teriak Abbygael dari balkon kamarnya.

Adam berjalan mendekat pada Abbygael. Meletakan satu cangkir coklat panas di sebelah Abbygael. "Kok belum tidur ?"

"Belum mau." Jawab Abbygael cepat.

"Tapi tadi kamu kayaknya udah cape banget di mobil." Adam memperhatikan wajah perempaun yang ada di hadapannya. Wajah pucat dengan mata sedikit bengkak, membuat hatinya sedikit tak tega.

"Diminum, nanti dingin."

Abbygael meniup asap putih yang masih keluar dari dalam cangkir putih itu. Lalu mendekatkan ujung bibirnya pada cangkir dan menyeruputnya perlahan.

"Enak." Puji Abbygael.

"Aku mau tebak, pasti kamu suka langit di malam hari. Iya kan ?" Adam merebahkan badannya di atas lantai dingin tepat di samping Abbygael.

"Yaps. Itu om nebak atau memang sering lihat aku di balkon ?"

"Aku lumayan sering lihat kamu di balkon malam malam. Apa lagi kalau aku pulang tengah malam, kamu pasti udah ada di balkon sambil mandangin langit. Memang ada apa sih di langit ?"

"Ada mama. Mama yang selalu nemenin aku." Adam bisa melihat mata Abbygael yang mulai berkaca-kaca. Namun dengan cepat di gantikan dengan senyum yang sangat indah.

"Mama kamu pasti bangga sama kamu."

"Banyak yang bilang mama itu cantik banget. Dulu aku juga sering lihat mama, tapi sekarang udah jarang." Abbygael kembali meminum coklat panas yang di bawa oleh Adam. Rasanya sangat tenang ketika bisa menceritakan sesuatu yang dirasakan kepada orang lain. Seperti sekarang, Abby merasa tenang bisa bercerita dengan Adam tentang mamanya. Jika Abby bercerita dengan Gabriel, bukan rasa tenang lah yang didapatkan melainkan makian atau bentakan yang keluar dari mulut kembarannya.

"Aku juga percaya mama kamu cantik. Anaknya aja cantik." Mata Abbygael melirik Adam dengan tajam, baru kali ini Adam memujinya terang terangan.

"Tapi Tuhan itu ga adil. Aku belum mendapat kasih sayang dari mama, tapi Tuhan sudah ambil mama duluan." Ujar Abbygael dengan nada kesal.

"Kamu itu ga boleh bilang kayak gitu. Tuhan pasti punya rencana dalam hidup kamu." Abby memutar bola matanya malas, mendengar kata kata seperti itu sudah seperti angin.

"By. Orang itu ga akan selamanya sedih dan ga akan selamanya senang. Ada saatnya kamu merasa iri sama orang lain dan ada masa di mana kamu harus berterima kasih atas apa yang kamu punya."

"Tapi hidup aku isinya selalu tentang kesedihan. Ga punya mama, masa kecil aku juga hancur. Aku selalu dilihat buruk sama semua orang. Apa alasan aku untuk bilang terima kasih ?"

"Banyak banget orang yang mau jadi kamu." Ujar Adam.

"Jadi aku ? Pembunuh ? Pembuat masalah ? Tukang judi ? Perempuan ga benar ? Suka balap liar? Peminum ? Hampir ditangkap polisi gara-gara narkoba ? Apa yang baik ?"

"Apa yang bagus  ? Hidup aku itu kayak sampah." Tambah Abbygael. Matanya sudah memerah padam, dengan jari-jari tangan yang terkepal kuat.

"Ga selamanya sampah itu buruk. Sampah bisa di daur ulang. Apa yang buruk bisa diubah jadi baik kok. Kamu itu terlalu fokus dengan apa yang ga kamu punya. Coba kamu bandingkan sama hidup teman-teman kamu yang lain. Mereka punya apa yang kamu punya ? Ga kan ? Bersyukur, By." Mata Adam menatap Abbygael dengan lembut, berusaha menyakinkan perempuan yang ada di hadapannya jika kehidupan bukan hanya tentang apa yang tidak dimiliki.

Little BygaelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang