Gibran melirik Anin yang sibuk dengan hapalannya. Meski gadis itu berada di sebelahnya, gadis itu terasa asing sekali. apa karena kejadian kemarin ya? -Pikirnya. Gibran jadi tidak enak sendiri. salah siapa meluk-meluk gitu, goblok? Batinnya berteriak
"Ya sudah, kelompok 2 boleh duduk. Lain kali, ibu harap kalian menyiapkan materi dengan baik ya, ibu enggak suka kalo ngelantur gini, apalagi sampe gak hapal materi" Bu nur mulai menyerocos. Sementara kelompok dua yang baru saja kembali ke kursi mereka memasang muka sebal.
"Ya sudah, kita akhiri pelajaran sampai sini dulu, Rivo siapkan" titahnya
Setelah Bu nur keluar, Anin buru-buru bangkit dari kursi. Namun Gibran keburu menahan pergelangan tangan gadis itu membuat Anin mau tidak mau ikut menatapnya. Gibran sempat tertegun melihat kantung mata yang begitu terlihat di mata Anin. gadis ini habis menangis? Batinnya
"Kenapa?" Tanya Anin pelan.
"Maaf ... Buat yang kemarin" ucap Gibran sungguh-sungguh. Gibran melihat Anin mengangguk lalu melepaskan tangan mereka.
"Iya"
"Serius lo nggak marah?" Tanya Gibran hati-hati, Anin kembali menoleh dan mengangguk. Setelahnya buru-buru kembali ke kursinya.
< • • • >
Anin sibuk membaca novel sekaligus minum Nescafe coffe yang dia beli di kantin. Anin adalah gadis penyuka kopi. Hampir semua jenis rasa kopi ia suka. Tapi favoritnya tetap saja kopi hitam tanpa rasa.
"Baca terussss... Bales perasaan guenya kapan?" Gibran menyeletuk, lalu duduk di samping Anin.
Anin mendengus. Tak berniat menanggapi.
"Kopi? Anak gadis gak baik minum kopi banyak-banyak" ucapnya, lalu tangannya berusaha mengambil kopi yang ada di hadapan Anin.
"Gak usah ribet. Gue gak mau ribut" ucap Anin, memperingatkan.
Tangan Gibran tetap terjulur mengambil gelas kopi itu, namun Anin berusaha menahannya. Hingga ...
"Aduh ..." Pekik Anin saat kopi itu tumpah di bajunya, ia segera berdiri berusaha mengusap noda yang ada sebelum melebar. Namun, tetap saja, yang namanya baju putih jika sudah terkena noda maka akan susah dihilangkan.
"Eh ... Sorry-sorry" Gibran benar-benar panik karena kopi itu membuat kotor seragam Anin.
"Lo! Gue kan udah bilang. Jangan ganggu gue. Lo ngerti bahasa manusia gak sih? Lo pikir karena kejadian kemarin gue bisa naksir sama lo? Enggak" Anin mengatakannya dengan emosi yang meledak-ledak
Gibran diam. Dadanya seolah ditimpa beton yang beratnya berton-ton. Terasa sesak. Perkataan gadis itu tepat mengenai hatinya.
"Gue bener-bener gak sengaja, Nin. Sorry"
Syifa yang melihat itu sewaktu masuk kelas langsung menghampiri Anin. Matanya membelalak saat melihat seragam Anin yang dipenuhi noda hitam.
"Baju lo kenapa Nin?"
Anin langsung duduk di bangkunya. Bahunya naik turun. Ia menangis. Kepalanya terasa pusing, perlakuan iseng Gibran benar-benar tidak tepat waktu. Anin sedang dalam mood yang sangat buruk.
"Bran, Anin kena ..." Belum Syifa menyelesaikan ucapannya Gibran sudah berlari ke bawah.
Ia menepuk pelan pundak Anin "udah, enggak usah nangis. Gue anter ke BK mau?" Anin menggeleng
"Gue gak suka Gibran, kenapa sih dia selalu kayak gitu? Gue ... capek di gangguin sama dia"
Syifa diam. "Nin ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Intruder
Teen Fiction[ Untuk kenangan masa muda dan kata maaf yang tak sempat diucapkan ] Bagi Gibran, menikmati masa muda adalah bagaimana kita bisa menjadikan setiap momen yang ada terasa berharga. Juga sebagai cerita yang sempat mengisi kenangan hidupnya seperti tem...