22. Yang Terlewatkan

34 6 0
                                    

Anin hanya bisa menghela nafas saat mengikuti Anisa belanja. Padahal, mereka hanya akan menengok sebentar, tapi Anisa membeli banyak sekali, parsel buah, bahkan beberapa potong pakaian. Memang sih, pakaiannya akan mereka gunakan untuk mereka sendiri. Tapi kan, tetap saja itu pemborosan.

"Nin, coba deh kamu tanya Gibran nomer kamarnya berapa" ucap Anisa yang masih sibuk membenarkan make up.

"Nomer 210, Bu"

"Yakin kamu? Coba dong, tanya dulu. Nanti salah kamar kan malu" Anisa masih saja sibuk memakai bedak.

"Bener. Kan Anin pernah kesana. Ibu juga kan pernah kesana. Lagian, Bu. perasaan kita cuma ke rumah sakit kenapa harus dandan sih?" Tanya Anin tak habis pikir

"Aduh, Anin. Kita kan abis dari pasar, udah luntur lah dandanan ibu" omelnya, biasa, khas ibu-ibu.

Mereka tiba di rumah sakit tiga puluh menit kemudian yang disambut hangat oleh Rini dan Andi. Hanya ada mereka berdua. Sebab, Hesti pun harus bekerja. Kalau Gibran? Jangan tanyakan itu, Anin juga tidak tahu.

"Duh, repot-repot banget sih, Nisa" ucap Rini sambil cipika-cipiki

"Gapapa Bu, lagian kan kita tetangga juga selama ini" mata Anisa berpendar mencari seseorang "cuma berdua aja, Bu?" Tanyanya

Rini mengangguk "iya, cuma ditemenin sama Andi. Gibran ada sih, cuma semalem pulang. Kasian juga, badannya panas dia"

Anisa menoleh kearah Anin "Nin, kamu gak mau jenguk Gibran?"

"Bu, Gibran cuma panas kali" jawabnya meski dalam hati bertanya-tanya juga.

"Hus ... Ngomongnya gak boleh begitu, ah"

"Nin, yok. Ke kantin aja" ajak Andi membuat Anin mengangguk setuju.

"Tante, anaknya aku ajak ke kantin ya?" Izin Andi yang dibalas anggukan setuju pula oleh Anisa.

Mereka berjalan melewati koridor sebelum menuju kantin. Kebisuan melanda mereka.

"Masuk sekolah tanggal berapa Nin?" Andi membuka suara

Anin menoleh "oh, tanggal 8 kak"

"Tinggal 3 hari lagi dong ya? Gak berasa ya"

Anin tertawa kecil "iya, tiba-tiba udah mau masuk aja. Padahal masih pengen liburan. Mana bentar lagi kelas 12"

"Iya ya? Rencana mau kuliah dimana emang?"

"Pengennya sih di Undip, hukum" jawab Anin

"Berat banget sih, gila. Kuat lo ngadepinnya?"

Anin kembali tertawa "ya, gitu deh. Tapi emang udah tertarik dari awal sama hukum sih"

Andi mengangguk-angguk "boleh juga ya niat lo, keren sih. Bangga gue"

"Biasa aja kali, kak"

Mereka kini tiba di kantin yang tidak begitu ramai. Mengambil posisi strategis di pojok.

"Mau makan apa?" Tawar Andi

"Bakso aja deh kak"

"Oke"

Saat Andi beranjak untuk memesan makanan kursi disebalh Anin berdirt membuat sang empu menoleh dan menemukan Gibran disana dengan Hoodie hitam dan celana jins putih.

"Kok bisa ya lo akrab banget sama Abang gue tapi sama gue enggak? Padahal kan yang temanan sama lo dari dulu, gue" ucap Gibran tiba-tiba

"Maksudnya?"

"Maksudnya, gue cemburu" ucap Gibran membuat Anin terkejut "jangan deket-deket sama Andi, dong"

Anin memutar bola matanya "apaan sih lo, garing banget"

Intruder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang