"Nin, nanti nanya ekonomi ya" ucap Riani sambil membereskan buku ke dalam tas. Anin mengangguk.
"Iya, chat aja"
"Berarti kalo di chat harus bales ya?" Gibran muncul dari belakang
Anin mendengus, Riani terkekeh pelan "chat aja Gib, tapi isi chatnya harus mengandung banyak manfaat"
"Kayak ... Udah makan atau belum ngandung manfaat gak?"
"Basi" jawab Anin ketus
Anin buru-buru melangkah, sebelum obrolan Gibran bertambah ngaco. Cowok segera mengejar langkah Anin.
"Tungguin kenapa sih?" Ucapnya mencoba mengejar langkah Anin yang terlalu cepat.
"Ribet banget sih?" Omel Anin "udah sana, duluan" usirnya
Gibran pun segera berjalan lebih dulu meninggalkan Anin yang diam, takut kalau cowok itu tersinggung oleh ucapannya.
Anin tiba dirumah tiga puluh menit kemudian, Jakarta memang kota yang tak pernah tidur. Hal itu dibuktikan dengan kemacetan yang hampir tiap hari terjadi. Setelah membayar, Anin pun turun dari taksi. Setelahnya, ia berjalan sedikit untuk mencapai rumah. Saat tangannya terjulur membuka pagar, tiba-tiba ...
"DORR!!! "
Teriakan itu membuat Anin melonjak. Ia reflek mengeluarkan teriakan dan meninju wajah orang di hadapannya.
"Aduh" Gibran memegang wajahnya yang habis ditonjok dengan muka nelangsa. "Kok ditonjok sih?"
"Ya salah lo lagian! Siapa suruh ngagetin begitu?" Sembur Anin
"Ya kan cuma bercanda nin, duh... Sakit banget lagi hidung gue" ucap cowok itu sambil meremas pelan hidungnya.
Tanpa sadar, setetes dua tetes hingga mengalir deras darah itu dari hidung Gibran. Anin yang melihat langsung panik.
"Eh? Lo kenapa?!" Anin menggigit bibir bawahnya
"Boleh minta es batu gak?" Mata Gibran menatap lurus membuat Anin mengangguk
< • • • >
Anin kembali dengan membawa peralatan P3K yang tersedia di rumahnya. Ia mengambil handuk lalu menaruh es batu di dalam handuk tersebut. Setelahnya ia tekan pelan-pelan di hidung Gibran .
"Gue baru tau lo jago ngobatin gini?" Ucap Gibran, ada nada heran di dalamnya.
"Gue anak PMR dari SMP kalo lo lupa" jawab Anin membuat Gibran mengangguk.
"Iya juga ya, gue lupa asli deh. Dulu enggak sempet merhatiin lo sih"
"Iyalah, lo kan tebar pesona mulu"
"Cieleh, cemburu nih" Gibran memiringkan wajahnya agar lebih leluasa memandang wajah serius gadis yang kini mengobatinya.
Anin menekan kencang es itu, hingga Gibran memekik "aww ... Baru aja baik. Balik lagi jadi singa"
"Udah gih, pulang sana. Mau mandi gue. Btw, sorry ya Gib, gue beneran gak sengaja buat bikin hidung lo berdarah meskipun itu salah lo juga sih" Anin terkekeh pelan di akhir
Anin segera berdiri, tapi Gibran menahan tangannya "makasih udah ngobatin gue" ucapnya membuat Anin tersenyum "iya, sama-sama"
"Anin ... Nenek bawa jus mangga nih" neneknya tau-tau saja membuka pintu dan terdiam melihat Anin dan Gibran, apalagi tangan Gibran masih memegang tangan Anin. Neneknya berdehem pelan. Anin yang sadar segera melepas genggaman itu. Gibran pun menggaruk pelan kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal

KAMU SEDANG MEMBACA
Intruder
Fiksi Remaja[ Untuk kenangan masa muda dan kata maaf yang tak sempat diucapkan ] Bagi Gibran, menikmati masa muda adalah bagaimana kita bisa menjadikan setiap momen yang ada terasa berharga. Juga sebagai cerita yang sempat mengisi kenangan hidupnya seperti tem...