Anin tersentak "bran maksud gue ... "
"Anak yang hidupnya serba enak kayak lo tau apa soal kehilangan? Disayang guru, selalu dapet nilai bagus, teman-teman yang sayang sama lo. Hidup lo kurang apa?"
Bahu Anin yang semula lemas berubah menjadi tegang "tau apa soal kehilangan? Ya, gue gak tau apa-apa soal kehilangan" balas Anin ironi "anak yang hidupnya teratur? Nilai bagus? Temen-temen? Oh iya lo bener, hidup gue begitu sempurna"
Anin menatap tajam kearah Gibran "Lo bersyukur punya bokap yang lo kenal sejak kecil meskipun beliau sibuk. Gue? Emang pernah gue ketemu bokap asli gue? Nyokap gue bahkan hampir buang gue ke jalanan kalau aja nyokap lo gak nemuin gue waktu itu"
Raut wajah Gibran berubah menjadi terkejut .
"Nilai bagus? Tiap malem gue belajar supaya sekali aja nyokap gue terbesit pikiran bangga punya anak kayak gue. Kayaknya lo yang harus nanya ke diri lo sendiri tau apa soal kehilangan"
"Nin ... "Baru hendak memotong ucapannya tangan Anin lebih dulu terangkat.
"Lo gak tau apa-apa soal hidup gue, bran" ucap Anin
Udara di sekitar mereka terlihat dingin, selaput kabut seolah menyelimuti mereka yang saling tatap. Satunya penuh rasa bersalah, satunya penuh rasa marah.
Tak lama, Anin membalikkan badan keluar dari area balkon sebelum tangan Gibran memegangnya.
"Nin, sorry gue ..."
"Berhenti buat suka sama gue, Gib" Anin tiba-tiba memotong membuat Gibran melepaskan tangan mereka.
"Kenapa?" Tanya cowok itu nada bingung
"Gue risih. Jangan lo pikir selama ini gue suka lo gangguin. Jangan pikir gue suka sama lo balik, karena sampai kapanpun, gue tetap sayang sama Raja" balas Anin membuat Gibran mematung mendengar ucapannya.
"Nin, kalau lo marah gak gini caranya" Gibran mengacak rambutnya frustasi.
"Marah? Gue gak marah sama sekali. Gue cuma muak sama aksi lo yang terus-terusan ngejar gue. Sorry gue harus bilang ini tapi lo ... bukan tipe gue banget" Anin menekankan kata 'bukan tipe gue banget' sambil menatap Gibran berani, sementara Gibran dengan mata kuyunya balas menatap Anin.
"Maaf kalau selama ini lo terbebani sama gue, Nin" ucap Gibran setelah keheningan mengisi dalam beberapa detik "gue bakalan mundur"
"Iya! Bagus kalau lo sadar diri" ucap Anin, berkebalikan dengan debaran jantungnya yang berdegup cepat.
"Oke, maaf ya selama ini kalo gue bikin lo risih, dan makasih, makasih udah pernah izinin gue buat suka sama lo"
Anin terdiam, sekuat tenaga ia menahan tangisan yang hendak keluar dari bibirnya. Ia pun segera berbalik, namun saat hendak keluar dari pintu, ia kembali mendengar Gibran berucap.
"Selamat menjalani hidup bebas, Anindhita"
Ya. Selamat menjalani hidup yang kembali sepi, Anindhita.
< • • • >
"Gila ya, emang pak Sam tuh ngalahin Pak Zul jahatnya. Mending gue dapet ujan pak Zul sekalian deh daripada harus lari lima belas putaran kayak tadi. Jantung gue mau copot" Melani sudah ngomel-ngomel
Anak-anak cewek lainnya pun bergegas duduk dan segera minum, berusaha mengatur deru nafas mereka yang tidak beraturan.
"Dih, emang Lo mau dapat hujannya pak Zul? Bau dihhhh" Valen mengibaskan tangannya di depan wajah
"Ya, kan namanya juga perumpamaan anjir" Melani membela diri yang langsung dilempari tisu oleh Sandra
"Berisik ya kalian berdua"
KAMU SEDANG MEMBACA
Intruder
Fiksi Remaja[ Untuk kenangan masa muda dan kata maaf yang tak sempat diucapkan ] Bagi Gibran, menikmati masa muda adalah bagaimana kita bisa menjadikan setiap momen yang ada terasa berharga. Juga sebagai cerita yang sempat mengisi kenangan hidupnya seperti tem...