37. Kuncup Bunga Mawar { Extra Chapter }

82 8 2
                                    

Play Selamat (Selamat Tinggal) - Virgoun

Gadis itu menundukkan tubuhnya untuk memegang kuncup bunga mawar yang sudah tumbuh besar itu. Ia terdiam, kesiur angin menerbangkan helaian rambut pendeknya.

Beberapa detik setelahnya, ia bangkit. Tubuhnya berbalik. Namun, tepat di hadapannya kini seorang laki-laki dengan kemeja putih menjulang tinggi. Sama dengannya, ekspresi kaget, tidak percaya, rindu, marah, semua seolah dimunculkan oleh sorot matanya yang menajam.

Bisa gadis itu rasakan laki-laki itu menahan nafasnya sejenak. Matanya mengerjap beberapa kali seolah hal yang ia lihat bukan ilusi.

"Anin?" Akhirnya suara itu keluar. Setelah membasahi tenggorokannya beberapa kali, Gibran akhirnya mampu mengeluarkan suara itu.

Anindhita tersenyum menatap Gibran dengan penampilan yang jauh lebih baik. Rambutnya yang terpangkas rapih, kemeja putih yang ia keluarkan dari celana bahannya.

"Apa kabar, Gib?" Tanya Anin dengan nada hati-hati. Mencoba menahan perasaannya.

Sudah. Gibran sudah tak mampu lagi menahannya. Tiga tahun belakangan ini sungguh menyiksanya. Ia menunggu gadis itu pulang, sungguh menunggu.

"Aku gak nyangka ketemu kamu di sini" ucapan aku-kamu yang digunakan Anin dengan nada lembut membuat hati Gibran berdesir pelan.

"Baik, kamu apa kabar?" Ikutan memakai aku-kamu. Gibran menatap Anin lurus-lurus.

"Yeah, seperti yang kamu lihat" Anin memamerkan senyumnya. Rambut pendeknya membuat gadis itu terlihat jauh lebih segar.

"Mawarnya ternyata beneran tumbuh ya, Gib" kata Anin, gadis itu kembali membalikkan tubuhnya menatap mawar yang sudah tumbuh dengan sempurna itu.

"Aku yang siram tiap Minggu" ucap Gibran jujur "ini sebenarnya mawar ke lima, karena mawar-mawar sebelumnya gagal" ucapan itu diakhiri kekehan pelan.

Anin ikut tersenyum mendengarnya. Tawa itu menular.

"Gibran" panggilan dari arah belakang membuat kedua manusia itu menoleh. Anin terdiam saat menemukan Amanda di sana dengan tangan yang membawa pot kecil. Sama sepertinya, Amanda juga menampilkan ekspresi kagetnya.

Gadis itu mendekat kearah Anin dan Gibran. Berhenti tepat di samping Gibran.

"Anin, mau minum sebentar?" Suara Amanda terdengar. Tak mungkin Anin menolaknya, maka ia mengangguk sambil berucap "boleh"

< • • • >

Dan disinilah mereka, di sebuah Cafe Kenangan, dari nama saja seolah membiarkan mereka mengenang sebentar. Sambil menyeruput kopinya, Gibran melirik Anin yang kini menatapnya lurus-lurus. Sementara Amanda terdiam canggung.

"Kabar keluarga kamu gimana? Alesha pasti sudah sekolah ya?"

Gibran mengangguk ia menumpukan tangannya di meja "iya, sekarang udah kelas dua. Nenek baik-baik aja, meskipun lebih sering sakit. Ibu mulai mengurangi perjalanan bisnisnya, dia lebih banyak waktu sama Alesha. Bang Aldi sibuk dengan project kantor, bang Andi sekarang lagi nerusin kuliah gambar"

Anin kembali tersenyum "aku senang dengarnya. Oh iya, kamu jadi masuk jurusan apa?"

"Musik" jawab Gibran langsung

"Kamu benar-benar sudah memilih jalan yang tepat, Gib" kata Anin "hubungan kalian gimana?"

Gibran terdiam sebentar, Amanda meliriknya "kami putus sekitar dua tahun yang lalu, Manda sekarang ngambil jurusan bisnis"

Intruder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang