31. Rindu Yang Menyapa

31 8 0
                                    

Baru saja Fahri dan Anin tiba di depan kamar Anisa. Dokter dan para suster baru saja keluar dari sana. Dokter itu terlihat menghapus peluh di dahinya.

"Kalian keluarganya?" Tanya sang dokter, Fahri mengangguk "saya suaminya, Dok"

"Bisa tolong ikut saya sebentar pak?"

Mendengar ucapan dokter yang sirat akan makna, hati Anin menjadi was-was. Ia segera masuk ke dalam kamar Anisa. Ia menahan nafas ketika melihat kondisi ibunya terbaring dengan mata terpejam.

"Ibu" panggilnya lirih.

Anisa membuka matanya perlahan, tubuhnya seolah mati rasa. Ia menggerakkan matanya untuk menatap putrinya.

"Anin ... " Panggilnya dengan nada parau

"Ibu baik-baik aja kan?" Anin berusaha untuk menjaga nada suaranya tetap biasa-biasa saja, meskipun ia sangat ingin menangis.

"Ibu minta maaf ya kalau ibu ada salah sama kamu, sayang" dari mata Anisa turunlah selapis cairan bening

Anin mengangguk ia meraih tangan ibunya yang terpasang infus "Anin udah maafin ibu. Ibu sekarang harus sembuh, Anin gak mau ditinggal ibu" ia bersimpuh

Anisa ikut terisak melihat keadaan putrinya itu.

Tak lama, Fahri masuk diikuti dokter dan suster.

"Anin" panggil Fahri

Anin menoleh ia menghampiri Fahri 'ibu gak apa-apa kan pa?" Tanyanya

Fahri merangkul tubuh anaknya itu, ia bawa Anin menuju luar. Sementara para dokter sudah menyiapkan ruang operasi.

"Dokter bilang apa pa?"

Fahri menghela nafas lalu memegang bahu anaknya "tadi sewaktu kamu pergi jemput papa, ibu kamu jatuh di kamar mandi. Ia mengalami pendarahan hebat, terutama kondisi tubuhnya yang tidak stabil karena selama ini dipaksa bekerja" Fahri kembali ambil nafas "dokter akan melakukan operasi"

Anin diam, tak menangis atau pun bergerak. Ia terdiam bagaikan patung. Seluruh anggota tubuhnya terasa kebas dan mati rasa.

"Anin?" Panggil Fahri

"Anin mau ke kantin rumah sakit dulu, pa"

Anin berjalan gontai menelusuri koridor rumah sakit. Kemudian, ia langkahnya terhenti di depan kantin rumah sakit. Ia masuk ke dalamnya. Memesan sebuah bakso dengan es teh. Lalu mengambil duduk di pojok.

Mungkin salahku
melewatkanmu
Tak mencarimu
Sepenuh hati
Maafkan aku

Suara Gibran yang sedang memainkan gitar terdengar bergema di telinganya. Senyum cowok itu ketika menyanyikan lagu tersebut. Petikan gitarnya yang indah. Lalu ucapannya "Kebetulan perempuan itu suka banget sama Sheila on 7. Jadi gue bakal nyanyi lagi itu. Suara gue jelek sih, tapi ya, diiringi sama melodi gitar lumayan lah". Matanya melirik kearah mangkuk bakso yang sudah dingin itu.

Ia membuang pandangannya. Mengalihkan kearah pohon-pohon yang sengaja di tanam sekitar rumah sakit. Kemudian, ia beranjak. Tanpa sedikit pun menyentuh makanan atau pun minumannya.

"Pa" panggilnya ketika melihat Fahri yang kini duduk sambil menutup wajahnya.

"Operasinya baru kelar jam 10 malam nanti. Sekarang sudah jam 7, kamu pulang saja, nak" ucap Fahri

Anin menggeleng "aku mau temenin ibu"

"Kan ada papa. Kamu lebih baik pulang aja. Ibu kamu juga pasti sedih kalau melihat kondisi kamu yang seperti ini. Lagian, kamu kan harus sekolah. Jadi, lebih baik kamu istirahat"

Intruder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang