9. Toko Buku dan Perbincangan Manis

39 7 0
                                    

"Makasih ya Gib, udah di anterin. Bilangin makasih juga ke nenek atas makanannya tadi" ucap Anin setelah turun di depan rumahnya

"Lo mau ke toko buku kan?" Tebak Gibran, dahi Anin mengerut, mendadak kembali berbalik kearah cowok itu.

"Tau dari mana?"

"Denger aja tadi lo ngobrol sama Sipa"

"Dasar tukang nguping" desis Anin

"Yaudah sekalian gue anterin aja"

Bola mata Anin membelalak lantas ia tertawa "Yakali ah, yang ada lo pingsan di toko buku"

Gibran mendengus "remehin aja terus. Lo mah gak ada pikiran baik ya tentang gue kayaknya"

Anin tertawa "emang! Baru tau ya, Pak?" Anin memiringkan wajahnya menatap Gibran

Selintas ide jahil muncul di kepala Gibran, membuat ia ikut memiringkan wajahnya dan mendekat ke arah Anin  "Kalo gitu, dicoba dulu kan bisa? Daripada ngeremehin gue terus?" Suara Gibran melembut

Anin mendorong wajah Gibran yang terlalu dekat itu, lalu segara berlari masuk ke dalam rumah.

"Jangan lama-lama ganti bajunya! Gue tungguin!"

< • • • >

Sebenarnya, Anin cukup ragu sewaktu Gibran ikut masuk ke dalam toko buku bersama dirinya. Ia takut laki-laki itu akan pingsan saking bosannya, atau ia terlalu hiperbola?

"Baca apa sih?" Gibran memiringkan wajahnya menatap kearah buku yang dipegang Anin.

"Dunia Sophie" ucap cowok itu setelahnya ia menatap Anin "ngapain sih baca kisah hidupnya sih sophie? Mending baca Dunia Gibran"

Anin menahan senyum geli "emang ada?"

"Ada. Nanti gue yang buat" cowok itu tertawa geli

"Ini tuh seru tahu"

Alis Gibran naik keatas "seru?"

"Iya. Tentang filsafat gitu. Jadi, si Sophie ini ceritanya dapat surat gitu dari Albert knag, seorang mayor PBB di Lebanon. Di surat itu tertulis pertanyaan gitu 'darimana asalnya dunia?' 'siapa dirimu?' tapi anehnya surat ini beralamatkan buat putrinya sang mayor, Hilde. Dengan komunikasi yang misterius ini, Sophie menjadi murid dari seorang filsuf berumur lima puluh tahun, Alberto Knox. Alberto melanjutkan pelajaran filsafat kepada Sophie, mulai dari masa Yunani sebelum Socrates sampai ke Jean Paul Sartre, dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh remaja." Anin terus bercerita dengan antusias, Gibran menangkupkan tangannya di dagu dan menatap serius ke arah Anin yang menatapnya dengan mata berbinar.

Dua jam berlalu. Cerita Anin tentang dunia Sophie ternyata berlanjut ke buku lainnya, Perempuan di Titik Nol,  Incognito (yang katanya novel favoritenya)

"Tau gak sih? Gue tuh kagum banget sama Eric yang pinter banget itu, dan takjub juga sih sama Carl. Gue tuh suka banget waktu mereka ketemu sama Charles Darwin, itu bagian Favorite sih. Keren banget gak sih ketemu di kapal? Sama ilmuwan tingkat dunia? Rasanya kalo gue jadi Sisca gue mau minta tanda tangan, minta foto, pokoknya semuanya deh. Dan yang bikin gue kaget tuh sama endingnya" Anin jadi menggebu-gebu sendiri

"Gimana?"

Anin berbisik pelan di telinga Gibran, membuat cowok itu tersenyum. "Keren kan? Pasti lo juga gak nyangka. Sama! Gue juga! Ih sebel banget gak sih sama endingnya?"

Gibran pun menoleh ke arah Anin, hingga jarak mereka hanya sejengkal. Hal itu membuat Anin menarik nafas. Baru saja Anin ingin menarik kembali kepalanya, Gibran sudah menahan bahu gadis itu. Memeluknya erat, tanpa syarat, tanpa perintah, tanpa aba-aba. Jantung Anin rasanya lompat ke perut, apalagi sewaktu Gibran berbisik lirih

Intruder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang