Setelah diketuk beberapa kali namun tak kunjung mendapat respon. Anisa kembali ke ruang tamu untuk memberitahu Gibran.
"Aninnya belum bisa dibangunin ternyata" ucap Anisa diakhiri tawa kecilnya. Gibran ikut tertawa pelan.
"Ya udah gapapa Bu, Gibran pulang aja kalau gitu" ucapnya namun Anisa buru-buru mencegahnya.
"Jangan dong! Kamu kan ke sini mau ketemu Anin" ucap Anisa "paling bentar lagi dia bangun, mending ikut ibu aja ke belakang gimana?"
Gibran mengernyit "ke belakang?"
< • • • >
Lima belas menit setelahnya, Anin baru saja bangun, kepalanya masih terasa pusing. Meski badannya sudah tidak sepanas sebelumnya.
"Bu?" panggilnya ketika di ruang tamu tak menemukan siapa-siapa.
Kemudian ia beranjak menuju dapur, masih tidak ada orang. Ia hendak keluar mencari apakah ibunya sedang membeli belanjaan atau hal lainnya. Namun, dari belakang rumah, terdengar suara gelak tawa ibunya.
"Iya, nenek tuh sayang banget sama tanamannya ini"
"Banyak banget ya, Bu" suara seorang cowok masuk ke gendang telinga milik Anin membuatnya tersentak. Gibran, pikirnya. Anin kenal sekali suara itu.
Ia melangkah kearah belakang rumah untuk memastikan. Dan saat itulah, ia melihat ibunya sedang menyiram tanaman yang dibantu oleh cowok itu.
"Ibu?" panggilnya membuat kedua orang itu menengok kearahnya.
"Eh, udah bangun? Gimana kepala kamu? Masih pusing?"
Anin menggeleng "enggak, udah baikan kok"
Ibunya tersenyum lega "yaudah, kamu tunggu di dalam aja. Nanti kalo udah selesai nyiramnya, ibu buatin makanan"
Anin mengangguk, ia beranjak pergi dari sana. Saat duduk di ruang tamu, bisa ia dengar langkah kaki seseorang di belakangnya. Ia tak mau menjelaskan lagi, sudah pasti Gibran.
"Nyokap lo nyuruh gue tunggu sini juga" jelasnya, Anin hanya mengangguk.
"Nin" panggil Gibran
"Kenapa?" Anin akhirnya balas menatap Gibran. Dan saat itulah raut bersalah dari wajah Gibran tak bisa cowok itu tutupi.
"Sorry, gara-gara gue kan?"
Anin menggeleng "Enggak. Gue yang salah. Ternyata kemarin gak ada grab yang mau nerima. Jadi gue lari aja sampe kerumah. Gue kira deket, eh ternyata masih lumayan jauh"
"Tapi kaki lo kan ... "
"Gue gapapa Gib, jangan nyalahin diri lo sendiri. Gue udah gede, gue tau tiap perbuatan yang gue lakuin mengandung resiko"
"Oke" akhirnya Gibran mengalah. Meski dalam hati masih terdapat secuil rasa bersalah.
Anisa datang membawa 2 buah mangkuk mie rebus dan memberikannya pada Anin juga Gibran.
"Ibu nggak makan?"
"Nanti aja, masih kenyang tadi ngemilin kentang goreng"
Anin dan Gibran makan dengan tenang. Tanpa ada obrolan. Hal itu membuat Anisa bertanya-tanya, apa yang terjadi antara mereka berdua? Suasana canggung tak mampu mereka tutupi lagi. Namun, Anisa juga tak bisa ikut campur, ini urusan keduanya.
Seusai makan, Gibran bangkit dan mengambil jaketnya yang tersampir di sofa.
"Ibu, Gibran pulang dulu ya. Makasih mienya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Intruder
Teen Fiction[ Untuk kenangan masa muda dan kata maaf yang tak sempat diucapkan ] Bagi Gibran, menikmati masa muda adalah bagaimana kita bisa menjadikan setiap momen yang ada terasa berharga. Juga sebagai cerita yang sempat mengisi kenangan hidupnya seperti tem...