Gibran melangkahkan kaki menuju parkiran motor. Setibanya di sana, ia melihat Amanda yang sudah duduk menunggunya.
"Gib" sapa gadis itu membuat Gibran tersenyum.
"Sorry, gue lama ya? Pelajaran Bu Desi, biasa" ucapnya lalu menyerahkan helm kepada gadis yang sudah menunggunya itu.
"Enggak lama kok, baru aja sih gue" katanya sambil mengancingkan helm. Gibran melirik sekilas Amanda yang terlihat mudah melakukan itu, sementara dengan Anin, gadis itu selalu saja terbelit hingga ia harus turun tangan membantunya. Terlihat manja sih, tapi Gibran jadi merasa seperti seseorang yang dibutuhkan. Tunggu dulu, mengapa ia jadi membandingkan seperti itu?
"Gib?" Melihat telapak tangan Amanda yang melambaikan di depan wajahnya membuatnya tersandar.
Gibran segera menaiki motornya diikuti dengan Amanda yang tidak kesusahan sama sekali karena gadis itu memliki tubuh yang terbilang tinggi.
Saat motornya melintasi jalan, tanpa sengaja matanya menangkap Anin yang sedang tertawa dengan Fadhil disebelahnya. Matanya memicing, namun saat tatapan gadis itu terarah kearahnya, ia segera membuang pandangan dan melanjutkan perjalannya bersama Amanda, gadis yang berada di boncengannya.
Dan tanpa Gibran sadar, Anin kehilangan tawanya yang membuat Fadhil ikutan terdiam.
< • • • >
"Udah?" Gibran beryanya saat melihat Amanda keluar dengan membawa bungkusan plastik. Gadis itu tersenyum, memperlihatkan giginya yang rapih.
"Udah. Seneng banget deh, murah ya ternyata belanja disini" celotehnya
Gibran tersenyum, lalu mengacak rambut gadis itu. Ia merasa dejavu, hal ini biasa ia lakukan kepada Anin. Kini ia lakukan pada gadis yang berbeda. Namun, tentu saja respon keduanya berbeda sebab Anin akan protes dan meneriakinya dengan kata "ribet banget sih lo" sementara Amanda hanya diam menikmati. Entahlah, Gibran merasa aneh. Lagi dan lagi, apapun tentang Anin tak mampu lepas dari pikirannya.
Namun, ia tepis keanehan itu saat melihat tukang es krim yang tak jauh dari mereka.
"Nda, mau es krim?" Tanyanya yang disambut anggukan oleh gadis itu.
Gibran membeli dua es krim, lalu memberi yang satunya pada Amanda.
"Makasih, Gib"
Saat es krim yang dimakan oleh Amanda mengenai pipinya, Gibran tertawa, lalu tangannya mengusap krim yang berantakan di wajah gadis itu.
Ia mengusap pelan pipi Amanda untuk beberapa saat mereka saling tatap. Gibran membuang corn es krim di tangannya lalu memegang tangan Amanda dan ikut membuang corn yang berada di tangan gadis itu.
"Nda, jadi pacar gue mau?" Tembaknya membuat mata Amanda membulat. Sedetik kemudian gadis itu tersenyum dan mengangguk.
Gibran ikutan tersenyum, ia kemudian berbalik dan kembali membeli es krim. Kali ini, ia datang dengan satu buah es krim yang bercup besar.
"Makasih udah mau nerima gue" Gibran menyerahkan es krim itu
"Sama-sama, Gib" jawab Amanda dengan pipi merah. Gibran ikutan tersenyum, meski dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah ini keputusan yang tepat atau justru sangat salah?
< • • • >
Tiba-tiba saja ada ulangan Sejarah mendadak. Kelas XI IPS 3 hanya bisa pasrah, apalagi Bu Surtini jarang masuk kelas dan mengajar. Tiba-tiba ulangan adalah neraka.
"Sssttt, Anin" kebetulan hari ini tempat duduk diacak, dan Anin kedapatan duduk disebelah Rivo yang dari tadi mengganggu konsentrasinya.
Anin menolehkan kepala dan melotot kepada cowok itu yang disambut cengiran dan inisial tangan yang menggerakan angka 24.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intruder
Teen Fiction[ Untuk kenangan masa muda dan kata maaf yang tak sempat diucapkan ] Bagi Gibran, menikmati masa muda adalah bagaimana kita bisa menjadikan setiap momen yang ada terasa berharga. Juga sebagai cerita yang sempat mengisi kenangan hidupnya seperti tem...