20. Andi dan Kisahnya

33 6 2
                                        

"Anin" panggil Hesti ketika melihat Anin datang bersama Gibran. Mata Hesti memerah. Bukti bahwa ia habis menangis.

Hesti maju untuk menghampiri Anin dan memeluknya. "yang sabar ya Tante, om Danu pasti sembuh" bisik Anin.

Hesti menumpahkan tangisnya "Tante ... Tante takut sekali, Anin. Takut sekali" Anin balas memeluk erat Hesti lalu mengusap pelan bahu Hesti.

Sementara itu, Gibran melangkah mendekati kamar yang kini tertutup rapat. Tangannya menyentuh pintu berlapis kaca yang terlihat jelas seseorang penuh dengan alat di tubuhnya.

"Gib" panggil Aldi, membuat cowok itu menengok "Ayah gak kenapa-kenapa. Lo jangan lemah, ibu lebih butuh kita supaya kuat"

Gibran mengangguk, lalu Aldi menghampiri adiknya itu sambil menepuk pelan bahu Gibran. "Yaudah, mending sekarang lo shalat dulu sana" suruhnya

< • • • >

Suasana koridor rumah sakit terlihat sepi. Padahal jam baru saja menunjukkan pukul 7. Anin menyesap pelan kopi yang di minumnya. Menikmati rasa pahitnya. Matanya berpendar keseluruh koridor. Ia dulu pernah berada disini, merasakan kehilangan yang sama. Perasaan sedih kembali menghampirinya.

"Jangan minum kopi mulu anak gadis tuh" celetuk Gibran yang datang dengan membawa gelas kopi yang sama.

"Lah terus, elo?"

"Perjaka mah gapapa Nin, wajar" jawab Gibran membuat Anin memutar bola matanya.

"Dasar patriakis. Semuanya harus laki-laki, perempuan gak pernah boleh milih" ucap Anin membuat Gibran tertawa kecil

"bercanda doang tau. Baper banget sih mbak, laper ya?"

Anin ikutan tertawa "iya, gue juga bercanda. Enggak lah, tadi abis dikasih roti sama Tante Hesti"

"Gib" panggil Andi yang baru keluar dari kamar Danu "masuk gih, bokap udah sadar" ucapnya pada Gibran

"Yaudah" Gibran bangkit lalu menatap Andi dan Anin bergantian "cewek gue jangan digodain ya kak"

Anin mendengus "bohong! Aku bukan pacarnya kak"

Andi tertawa "dasar anak muda"

"Emang lo udah tua?'" balas Gibran

"Bacot banget sih. Udah sana masuk" usirnya

Setelah memastikan Gibran masuk, Andi mengambil posisi duduk disebelah Anin. Ia menaruh kepalanya untuk bersandar di dinding. 

"Nin, mau denger gue cerita nggak?" Andi tiba-tiba memecah keheningan.

Anin menoleh "cerita apa kak?" Tanyanya

Andi mengangguk pelan "tentang keluarga gue, dan nenek lo"

Raut wajah bingung tercetak jelas "nenek? Kenapa?"

Andi mengangguk "Jadi, dulu bokap itu orangnya sentimen banget. Cepet banget marah. Udah gitu, kondisi keluarga gue saat itu emang lagi panas. Nyokap sibuk sama usaha rotinya yang dimana-mana, Aldi waktu itu baru SMA. Gue? SMP kelas 2. Lagi masa bandel-bandelnya" mata Andi menerawang seolah memutar kembali ingatan tersebut.

"Waktu itu, malem. Sekitar jam 8. Gue baru banget pulang, abis main. Biasa. Pas pulang, gue gak sengaja nyenggol kopi yang bokap bikin sampe kopi itu tumpah, ngebasahin semua dokumen-dokumen dia di meja" Andi mengatur nafas "bokap yang lagi serius kerja, otomatis kaget. Gue inget banget mukanya bokap merah banget waktu itu. Udah kayak orang kesetanan" Anin mendengarkan dengan khidmat. Andi kembali melanjutkan.

"Bokap langsung berdiri, mukul gue pake cangkir yang pecah"mata Anin membelalak mendengarnya, ia ingin bertanya. Namun ia urungkan begitu melihat raut wajah Andi yang berubah keruh.

Intruder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang