CHAPTER 46 •Fallin' For Him•

17.2K 1.1K 80
                                    

"Gue nggak butuh alasan buat peluk lo, kalau gue pengen dan lo ada sama gue, kenapa nggak?"

***

Melihat kondisi sekolah yang lumayan sepi, Andy merendahkan suara tawanya, "Lo masih jalanin rencana itu?" Tanya Andy seiring suasana yang berubah serius.

Ares mematik rokoknya kemudian menghembuskan kepulan asap, "Ya, kalau gue nggak masih sama rencana itu gue pasti bilang sama kalian."

Fajar menghembuskan nafasnya pelan, ia menimbang-nimbang sebelum benar-benar mengeluarkan suaranya, "Tapi, gue rasa itu keterlaluan, Res. Kasihan mereka."

"Mereka pantes, nggak perlu di kasihanin. Dia ngusik cewek gue otomatis dia ngusik gue," jawab Ares, datar. Mereka semua menoleh begitu mendengar suara motor mendekat.

Raka membuka helm fullface hitam miliknya cepat tanpa turun dari motor, "Lo yakin sama rencana lo, Res?"

Ares memutar bola matanya malas, kenapa semua teman-temannya selalu bertanya hal yang sama. Ia seorang lelaki, apa yang ia ucapkan pasti ia lakukan.

"Gue bukan orang yang plin plan, gue bilang itu berarti gue lakuin itu dan gue bilang ini berati gue lakuin ini. Nggak usah berlagak seolah-olah kalian nggak kenal gue kayak apa."

Frans terkekeh, ia menepuk-nepuk bahu Ares menguatkan, "Kalau lo butuh kita untuk bantuan, jangan lupa hubungin kita-kita," ucapnya.

Raka mengangguk dengan tersenyum kecil, "Kita sebenernya mau banget ambil andil buat bantu rencana lo tapi lo yang nggak mau, jadi kita bisa apa?"

Ares terkekeh, ia menatap semua kawan-kawannya dengan ekspresi yang sulit di jelaskan, "Tugas kalian besok cuma dateng dan nonton," ucapnya sambil menyeringai.

***

Catur memakirkan mobilnya tepat di pakiran sekolah yang mulai beranjak sepi, begitu ia keluar dari mobil ia hanya melihat Catur dan segerombolannya sedang terduduk di atas motor.

Catur merasakan jika Ares dan juga teman seperkumpulannya itu sedang menatapnya dengan tatapan penuh arti yang dalam tanda kutip tidak untuk memulai pertengkaran.

Ia menyandarkan badannya di body mobil dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana abu-abunya, mulutnya bersiul untuk menghilangkan kesunyian.

Beberapa menit Catur menunggu dan tak merasakan tanda-tanda jika gadis yang ia tunggu-tunggu akan keluar, tangannya merogoh saku untuk mengambil ponsel lalu menghubunginya.

Di nada dering ketiga sebuah suara akhirnya menyahut dari seberang, "Hallo."

"Audi, lo dimana? Gue nunggu di pakiran sekolah," ucap Catur datar sambil matanya mengedar ke seluruh penjuru sekolah untuk mencari keberadaanya.

"Loh, lo jemput gue? Kenapa nggak bilang?"

"Kenapa gue harus bilang? Lo berangkat sama gue dan otomatis lo pulang sama gue, lo jadi tanggung jawab gue buat hari ini," jawab Catur masih merasa heran.

"Sekarang lo dimana? Udah di rumah?" Tanya Catur yang kali ini dengan suara lembut.

"Nggak, gue masih di kelas. Lagi dapet jadwal piket."

"Ohh, gue tunggu lo di pakiran. Intinya jangan lama-lama, gue bisa rasain kangen soalnya."

Setelah mengucapkan itu cepat-cepat Catur langsung mematikan sambungan telfonnya. Ia tau jika Audi pasti akan langsung mengeluarkan kalimat sinisnya jika ia mengeluarkan kalimat seperti itu.

My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang