"Sicheng, bisa nggak, sih, lo ngapa-ngapain sendiri aja?"
"Nggak. Kan maunya sama Hara."
"Nanti kalo gue pergi, lo gimana?"
"Kalo Hara pergi, Sicheng ikut pergi."
ㅡ
"Sicheng kenapa sakit mulu, sih?"
"Biar diperhatiin sama Hara, hehehe."
Tapi gue ngg...
"Iya, tapi masih belum bisa dipindahin ke ruang rawat biasa."
Gue duduk lagi. Kalau Sicheng belum dipindahin ke ruang rawat biasa, gue nggak mau jenguk dia.
Gue nggak bisa liat Sicheng di dalam sana. Gue takut, gue kasian, gue nggak kuat.
Kak Taeyong ikut duduk di samping gue. "Lo beneran nggak mau jenguk dia?"
Gue ngehela napas. "Bukan gitu. Gue nggak kuat liatnya."
"Sicheng pasti seneng kalau lo samperin dia."
"Tapi gue nggak bisa ...."
Kak Taeyong nepuk bahu gue. "Gue tau, sekesel apapun lo sama Sicheng, senyebelin gimanapun Sicheng di mata lo, lo pasti sayang sama Sicheng, kan?"
Ah, sial. Mata gue berkaca-kaca. Lo bener, Kak.
"Sicheng juga sayang sama lo," lanjut Kak Taeyong. "Sebelum Dave nyelakain dia waktu itu, gue sempet ngobrol sama dia. Katanya, lo baik banget sama dia. Walaupun lo sering marah-marah, Sicheng tau kalau lo sayang sama dia. Sicheng juga ngerasa kalau selama ini dia cuma nyusahin kita. Sicheng juga ... ngerasa nggak berguna."
"Sicheng beneran ngomong gitu?"
Kak Taeyong ngangguk.
Akhirnya gue nangis lagi. Gue cuma nggak nyangka Sicheng punya pemikiran kayak gitu. Kalau dia selalu ngerasa dirinya nggak berguna, itu cuma bikin dia tertekan. Sicheng nyakitin dirinya sendiri selama ini.
"Si Dave itu gimana?" tanya gue.
"Oh belum tau ya lo? Kemarin orang tua Sicheng dateng ke sekolah dan akhirnya Dave resmi dikeluarin dari sekolah. Gue bener-bener lega dengernya."
Gue ngehela napas. Syukur deh kalau orang itu beneran dikeluarin.
Setelah ini, nggak akan ada yang nyakitin Sicheng lagi, kan?
-Sickcheng-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
