okdek tri

545 102 41
                                    

Udah satu minggu dan kondisi Sicheng semakin memburuk.

Halah gue pusing.

Gue udah ngabarin ke orang tuanya, tapi mereka baru bisa ke sini lusa. Padahal rasanya baru kemarin orang tuanya Sicheng ke sini:')

Sicheng sadar, kok. Gue cuma belum mau nemuin dia. Demi apa gue takut sumpah.

Tadi Kak Taeyong udah ngajakin gue, tapi guenya nggak mau. Gue nggak suka liat dia di dalam sana. Gue maunya dia tetep di apartemen, main lego, rubik, atau main game di hpnya, ngeberantakin apartemen, minta makan ke gue kayak biasanya. Bukan baringan di brankar kayak gitu ....

Dan lagi, seminggu ini gue nangis terus. Gue yakin mata gue bengkak, gue nggak mau Sicheng tau. Bisa-bisa diketawain gue.

"Hara."

Gue ngedongak. Ah, Kak Taeyong.

"Sicheng mau ketemu lo."

Gue ngegeleng. "Nggak mau."

Kak Taeyong duduk di samping gue. "Har, lo nggak boleh gitu. Sicheng harus dapat semangat dari orang-orang di sekitarnya supaya dia nggak nyerah gitu aja. Lo mau Sicheng nganggepnya kalau ko nggak peduli sama dia? Nggak, 'kan?"

Kak Taeyong bener. Gue nggak bisa cuma diem di koridor, melukin buku Sicheng sambil nangis.

"Gue ke dalem dulu."



















"Hai, Sicheng."

Sicheng yang awalnya merem langsung buka matanya. Ah, sayu banget sedih gue liatnya.

"Hara," panggil dia, pelan banget. Dia pake masker oksigen, suaranya agak keredam.

Gue ngasih buku yang gue simpen dari seminggu yang lalu ke Sicheng. Gue taro di atas perutnya.

"Ini, buku lo."

"Hara udah baca?"

Gue ngerjap beberapa kali. Nggak kedengeran, gue budek banget anjir.

"Apa?"

Sicheng narik napas panjang terus senyum. "Hara udah baca?" tanya dia lagi, lebih keras.

"Ah, belum. Gue nggak akan baca."

"Kan udah Sicheng bilang, baca."

Gue ngegeleng. "Nggak akan gue baca."

"Ada sesuatu buat Hara di dalam situ."

"Nggak, sekalipun ada emas di dalamnya, gue nggak akan buka atau baca."

Sicheng ngedecak. "Ngeyel."

"Lo yang ngeyel. Waktu itu kan gue udah bilang, jaga kesehatan, jangan sakit lagi. Banyak orang yang sedih kalau lo sakit, Cheng."

Sicheng ngangguk-ngangguk. "Iya, maaf."

Ngeliat dia yang senyum terus gue jadi tambah sedih. Kita diem-dieman selama beberapa menit. Sebelum akhirnya Sicheng manggil gue. Lirih banget, asli.

"Hara."

"Kenapa?"

"Sicheng mau keluar dari sini. Di sini nggak enak, Hara. Sicheng selalu sendirian malam-malam. Kalau Sicheng ngerasa sakit pas tengah malam, Sicheng nggak bisa bilang ke siapa-siapa, nggak ada siapa-siapa."

Gue ngedongak, air mata gue udah mau jatuh, sial.

"Hara, kata Kak Taeyong, kalian kesusahan cari donor jantung buat Sicheng, ya?"

KAK TAEYONG SEGALA NGOMONG, IH CEPU!

"Kalau nggak nemu, ya udah. Sicheng okay with my heart now, tapi nggak tahu kalau besok."

"Sicheng ...."

Sicheng merem sambil narik napas, dan gue liat air matanya bener-bener turun pas dia buka matanya. Gue tahu, selama ini dia pasti simpen semuanya sendirian. Bahkan dia nggak pernah ngeluh soal sakitnya. Dan mungkin, sekarang dia mau keluarin semua unek-uneknya.

"Hara, kalau Sicheng dikasih dua pilihan, mau di sini terus tapi selalu sakit kayak gini, atau Sicheng pergi, Sicheng milih buat pergi."

"Sicheng—"

"Sicheng nggak kuat, Sicheng nggak sekuat itu, Hara salah ...."

Dan dia mulai sesenggukan. Gue bener-bener merasa bersalah karena malah bikin dia nangis.
















-Sickcheng-







ada yang kangen aku tida?

tida ada ysdh

ada yang kangen Sicheng tida?:D

udah pada mulai BDR, ya?
fighting-!


190720

Sickcheng ; dong sicheng ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang