Chapter-17

6.4K 608 78
                                    

Seperti biasa dong, sebelum di baca wajib klik★ dulu. Jangan lupa follow aku ya🤗
Ingat! Typo banyak😅

Happy Reading guys...

Disinilah Prilly di gundukan tanah yang sudah kering, menatap batu nisan dengan nama Yulia Axella dan Farizal Ahmad. Dua manusia yang paling Prilly sayangi telah kembali duluan kepangkuan Sang Pencipta. Prilly menangis disana, ia memeluk batu nisan ibunya dengan penuh kerinduaan. Ia rindu akan sosok wanita yang dulu sering mengelus pucuk kepalanya, ia rindu wanita yang setiap saat memberikan ia senyum penguat dan dia rindu ibunya, wanita yang paling tulus mencintainya di dunia ini. Prilly menerawang jauh dimana ia masih trus bersama ibunya,ketika sedih ibunya ada memeluknya sambil mengelus punggungnya sampai ia merasa nyaman. Tapi sekarang? Prilly rapuh. Ibunya sudah tidak berada lagi didunia ini, ibunya sudah pergi jauh.

"Mama" Suara Prilly bergetar mengucapkan kalimat yang sudah lama ia tidak sebut itu. "Mama,Prilly sekarang benar benar rapuh. Prilly butuh Mama. Prilly...khis...khis...khis..." Lidahnya terasa kaku untuk melanjutkan kalimatnya, hatinya sakit saat ini.

"Mah, Ali jahat. Prilly udah nunggu dia selama delapan tahun,dan tadi Ali sudah mengingat siapa Prilly bahkan Ali melamar Prilly" Ada jedah di kalimat akhir Prilly, ia terseyum miring sesekali menghapus air matanya yang lolos. "Tapi Ali menghamili wanita lain, sahabat Prilly" Ketegaran Prilly saat itu sudah hancur, ia runtuh ditengah tengah gundukan tanah orang tuanya.

Prilly beralih menatap gundukan tanah di sebelah Mamanya, ya nisan Papanya. Prilly memeluk nisan itu kuat kuat, menganggap jika yang sekarang ia peluk adalah Papanya, sosok laki laki yang tidak mungkin dan tidak pernah menyakitinya. Prilly rindu laki laki itu. Sosok laki laki yang dulu menjadi sumber kedewasaanya, yang senantiasa ada memeluknya disaat dirinya rapuh, yang maju paling dulu ketika ada yang menyakitinya, yang diam diam menjaganya dari jauh. "Papa...Prilly rindu. Papakan dulu pernah janji, kalau ada yang menyakiti Prilly, Papa bakal maju paling depan. Sekarang Prilly di sakiti Pah. Prilly hancur sekarang Pah khis...khis..." Prilly menggenggam tanah kuburan Papanya, menggenggam kuat kuat hingga buku-buku jarinya menonjol.

"Mah Pah, Prilly harus apa sekarang. Prilly mencintai Ali. Tapi Ali juga harus tanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Bayi itu butuh Ayah" Tutur Prilly dalam isakan tangisnya.

Langit mendung dengan rintikan hujan seperti mewakili hati Prilly yang tengah hancur ini. Ia tatap langit ke abu abuaan itu,menyamakan dengan dirinya yang sekarang ini penuh dengan derita. Delapan tahun bukan waktu yang singkat untuk menunggu seseorang,apalagi sampai mengubah karakter dirinya. Hari ini a mendapat dua kabar yang berbeda,kabar bahagianya Ali telah mengingat siapa dirinya ini bahkan Ali telah melamarnya. Namun dibalik kebahagiaan yang Tuhan berikan,ternyata Tuhan juga memberikannya kejutan soal Aletta dan bayi yang di kandungnya.

"Aaaargghhh Gue harus apa!" Pekik Prilly mengacak acak rambutnya frustasi. Dia bingung harus bersikap apa, tidak mungkin dia merelakan Ali begitu saja setelah delapan tahun ini berjuang. "Aaahh bodoh bodoh bodoh, gue malah gegabah tinggalin Ali gitu aja" Gerutunya kesal. Prilly kembali menatap dua gundukan tanah itu penuh ibah, ia kembali memeluk satu persatu nisan orang tuanya.

"Mama bantu Prilly lewati masalah ini" Ucapnya tersenyum pilu kemudia mencium nissan ibunya itu.

"Papa,jaga Prilly dalam masalah ini" Ucapnya kemudian mencium nisan Papanya.

***

Sudah dua jam lebih Ali memutar mutari kota Jakarta untuk mencari dimana keberadaan gadisnya itu. Ali jauh lebih tersakiti saat ini, dia telah di tuduh bahkan di fitnah dengan perbuatan yang sama sekali tidak ia lakukan. Penampilan Ali saat ini jauh dari kata baik baik saja, kancing kemejanya terbuka dua di atas, jasnya sudah bersarakan di jok belakang mobil, rambutnya acak acakan persis orang frustasi. "Kamu dimana Prilly" Pekiknya sambil memukul mukul stir mobil. Ia bingung apa yang harus ia lakukan sekarang, Prilly pasti lebih mempercayai Aletta ketimbang dirinya, apalagi Aletta sahabatnya.

Married an Employee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang