Ally Wooden - Part 7

815 82 4
                                    

Ivanca terbangun dan tidak menemukan Cedric di sisinya.

"Cedric?" Panggil Ivanca dan pria itu tidak ada di seluruh ruangan hotel, bahkan saat Ivanca membuka pintu kamar mandi, pria itu juga tak ada di sana. Ivanca menyadari bahwa Cedric memang sudah berencana pergi meninggalkannya.

"SHITTT!!!" Ivanca mengumpat saat dia tidak menemukan sepeserpun uang di dalam dompetnya. Padahal Ivanca sudah menguras seluruh tabungannya untuk perjalanan ke New York dan biaya hidup satu bulan yang dia simpan di dalam dompetnya dan sekarang semuanya raib.

Ivanca mencari ponselnya dan berusaha menghubungi agensi yang akan mengaudisinya, rencana audisinya akan dilakukan hari ini.

"Ya." Ivanca menjawab begitu seseorang mengucapkan halo di seberang.

"Aku Ivanca Fladimir, rencananya aku akan audisi hari ini, tapi seseorang mencuri barang-barangku dan aku akan kesulitan untuk sampai ke agency anda tepat waktu." Jujur Ivanca.

"Kami akan menunggu hingga pukul satu siang." Jawab seorang wanita ramah.

"Oh terimakasih banyak."

Ivanca harus mengambil sisa uang dari tabungannya untuk bertahan hidup beberapa hari di tempat ini sampai dia menemukan pekerjaan paruh waktu yang cocok untuknya.

***

Ivanca baru saja membereskan barangnya dan bersiap untuk keluar hotel saat dilihatnya Cedric sedang duduk dengan seorang gadis di lobi hotel.

"Cedric, kau di sini?" Girang Ivanca melihat pria itu masih di hotel.

Cedric menatapnya. "Who are you?" Alis Cedric bertaut dalam.

"Jangan bercanda, aku Ivanca, dan semalam kita menginap di hotel ini."

"Seth,... kau mengenalnya?" Tanya seorang gadis yang duduk di hadapan Cedric, dan pria itu menggeleng.

"No." Gelengnya.

"Dasar brandalan, kembalikan uangku." Ivanca menarik kaos Cedric dan pria itu justru mendorongnya kasar.

"KEMBALIKAN UANGKU!" Teriak Ivanca dan Cedric justru mengambil gelas juice di hadpaannya dan menyiramkannya pada gadis itu hingga wajahnya basah kuyup. Ivanca merasa harga dirinya sudah tercabik-cabik oleh pria sialan itu. Amarahnya memuncak, dia bangkit dan berusaha menyerang Cedric, tapi dua orang petugas keamanan hotel datang dan melerai mereka. Ivanca dibawa ke ruang management hotel sementara Cedric kabur setelah mengeluarkan pasport dan identitas palsu atas nama Seth Peterburg.

"Dia bukan pria yang anda kenal nona." Ujar sang petugas.

"Tapi kalian punya cctv kan, kalian bisa lihat pria itu datang bersamaku." Ivanca berusaha mempertahankan argumennya.

"Anda datang sendiri." Ujar petugas saat menunjukan bukti cctv.

"Oh Sial." Ivanca mengingat kejadian saat mereka masuk kedalam hotel. Ivanca melakukan reservasi atas namanya sementara Cedric membeli makanan cepat saji dari luar hingga dia datang belakangan.

"Tapi kau lihat kan seorang pria masuk ke kamar tempatku menginap?"

"Ya, tapi pria itu mengenakan masker juga penutup kepala. Sulit dibuktikan."

"Lihatlah pria yang keluar dari ruanganku pagi ini, dia pasti memakai pakaian yang sama dengan pria tadi."

"Nona, maaf, tapi kami tidak bisa membantu anda sama sekali. Mungkin sebaiknya anda pergi ke kantor polisi."

Rahang Ivanca mengeras, tangannya mengepal dan dia tahu, akan sia-sia baginya untuk mengurus Cedric. Lagipula jika dia ke kantor polisi, mungkin saja keberadaannya akan diketahui jika ibu dan ayahnya membuat laporan orang hilang. Dia justru akan diseret kembali ke North Carolina dan berakhir pada sebuah mimpi buruk berjudul perjodohan.

***

Ivanca keluar dari gedung agency itu dengan perasaan limbung. Tubuhnya lemas, otaknya tak lagi bisa berpikir.

"Maaf, sepertinya kau terlalu gemuk untuk menjadi model." Ujar seorang wanita dengan tubuh super kurus.

"Tapi kalian menghubungiku melalui email dan menjanjikan audisi."

"Ya, kami sudah melihatmu dan tinggimu juga berat badanmu tidak memenuhi kriteria kami. Maaf." Wanita itu segera meninggalkan Ivanca begitu saja. Dia hanya disuruh telanjang dan berputar, melenggak lenggok dengan highheels, lalu kembali berpakaian. Setelah selesai penilaian dia diminta menunggu dan sekarang penolakan dari agency itu menjadi bencana baginya.

Ivanca berjalan kembali ke hotel dan sesampai di dalam kamar hotelnya dia menangis sejadi-jadinya.

Mungkin ini hukuman baginya karena menolak apa yang menjadi keinginan ibunya. Sang ibu selalu mengatakan "Ibu tahu yang terbaik untukmu." Mungkin perjodohan itu memang akan lebih baik dibandingkan sampai ke New York, tidur dengan seorang pria bejat yang bahkan steelah memuaskan hasrat seksualnya kemudian pergi begitu saja. Tak hanya itu, bahkan kebiadabannya membuatnya tega membawa kabur semua uang dalam dompet Ivanca dan pergi dengan wanita lain, bahkan dengan identitas paslu.

Dengan tangan gemetar dia mengambil ponsel dari dalam saku celananya. Pikirannya berlari ke North Carolina, di rumah keluarga Fladimir, mungkin jika saat ini dia masih berada di sana tentu dia bisa makan enak, dia akan tidur di kamar dengan nyaman, atau pergi menemui teman-temannya dengan mobil keluarganya. Sementara di New York, 24 jam pertamanya sudah begitu buruk, dia harus berjalan kaki sangat jauh menuju kantor Agency dan sampai di sana di tolak. Uang yang tersisa di tangannya hanya cukup untuk bertahan hidup satu atau dua hari di sana dan itu membuat Ivanca memilih untuk tidak membeli makanan demi berhemat.

Saat ini yang paling dia inginkan adalah berlari ke pelukan ibunya dan ayahnya. Meski ibunya mungkin akan menghukumnya atau bahkan mengusirnya. Tapi dia yakin sekali jika ayahnya akan menerimanya dan tetap memeluknya meski kesalahannya tidak bisa dimaafkan.

***

Setelah cukup tenang Ivanca menghubungi ayahnya, dan menceritakan semuanya sambil terisak.

"Dimana kau sekarang sayang?" Suara sang ayah terdegar bergetar.

"Aku di New York Dad." Jujur Ivanca.

"Ayah akan mengirimkanmu sejumlah uang, tetaplah di sana dan tinggal dengan nyaman. Jangan menghubungi kami lagi." Imbuhnya.

"Dad, apakah ada masalah di sana?" Ivanca menadi curiga.

"Tidak, aku hanya tidak ingin ibumu menemukanmu dan tetap memaksamu menikah. Kejarlah mimpimu di sana." Bohong pria tua itu. Di rumahnya semua sudah menjadi semakin buruk karena ambisi Aurora Fladimir untuk berbesan dengan keluarga Walton.

"Aku akan mengunjungimu Dad."

"Ya,... setelah kau berhasil meraih mimpimu, sebelum itu semua, tetaplah tinggal dengan nyaman di sana, jaga dirimu baik-baik sayang." Tutup Mr. Fladimir.

"I love you daddy." Ivanca terisak saat mengucapkannya, sang ayah bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Dia mengusap wajahnya, air matanya berjatuhan. Selama ini dia selalu menjadi ayah yang sangat menyayangi puterinya. Dengan seluruh jiwa dan raganya dia menjaga malaikat kecil itu agar tumbuh dengan baik.

Hatinya juga hancur saat mendengar bahwa seorang pria meniduri puterinya dan meninggalkannya begitu saja setelah mencuri semua uangnya. Andai dia berada di sana, mungkin dia bisa melindungi puterinya. Mr. Fladimir merasa gagal sebagai seorang pria, sebagai ayah dia gagal menjaga dan melindungi puterinya dan sebagai suami dia gagal mengendalikan ambisi isterinya.

Mr. Fladimir menutup panggilan itu dan segera menangis tersedu di ruang kerjanya. Perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah, dengan banyak perngorbanan terancam bangkrut, ratusan karyawan sudah tidak lagi mampu dia bayar gajinya, dan ketika dirumah, saat dia membutuhkan dukungan moril, yang dia dapatkan hanya keluhan, bahkan makian dari isterinya. Isteri yang sebenarnya sangat dicintainya.

Ally WoodenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang